Tafsir Maudlu’i Aqidah Al-Baqoroh 124-141
Allah pasti menepati janji atas hamba-hambanya
Nabi Ibrahim menjadi imam setelah lulus ujian, imam bagi para nabi
dan seluruh manusia.
وَإِذِ
ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ
لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي
الظَّالِمِينَ
(
124 ) Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa
kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia".
Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah
berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".
Allah Ta’ala memberikan syariat kepada nabi Ibrahim a.s dalam
menjalankan kehidupan di dunia. Nabi Ibrahim memohon agar Allah menjadikan pula
keturunannya sebagai petunjuk risalah dakwahnya. Sehingga Allah pun mengabulkan
permohonan nabi Ibrahim atas ketaqwaannya.
Allah menjadikan ka’bah sebagai
pusat kiblat menghadap dalam kegiatan ibadah seluruh manusia yang dibangun
melalui perantara nabi Ibrahim dan nabi Isma’il. Sehingga nabi Ibrahim dan
Ismail dijadikan pioner dan tempat Maqom khusus sejarah pelaksanaan Ibadah yang
di monumenkan oleh nabi Muhammad SAW.
Nabi Ibrahim pun berdo’a kepada
Allah Ta’ala agar menjadikan negri Makkah, negeri yang aman, makmur, dan
sentosa bagi hamba-hamba yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Sehingga
Allah mengabulkannya atas jaminan do’a nabi Ibrahim tersebut. Dan melimpahkan
keberkahan bagi siapa saja yang hidup di negri Makkah, tak terkecuali orang
kafir sekalipun walaupun hanya nikmat dunia semata. Namun balasan dihari
kemudian akan diganjar atas perbuatan apa saja yang bisa dilakukan.
Nabi Ibrahim membangun, memperbesar
dan merenovasi tempat Ibadah ka’bah ketika janji-janji Allah terkabulkan dan
dirasakan oleh manusia yang berada di daerah Makkah. Dan nabi Ibrahim tidak
henti-hentinya berdo’a memohon kepaa Allah agar diterima segala amal
perbuatannya, keluarganya serta umatnya. Allah maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.
Perjuangan nabi
Ibrahim a.s.
Setelah rnenyampaikan peringatarn-peringatan yang semacam itu, yang
82 ayat banyaknya terlebih dikhususkan kepada Bani Israil, yang diharapkan
semoga ada perhatian rnereka rnenerima ajaran kebenaran yang dibawa Nabi
Muhammad s.a.w., di samping pengharapan kepada kaurn musyrikin Arab sendiri,
tetapi tidak juga lepas pertaliannya dengan Bani Israil, maka dengan ayat yang
akan datang ini, di antara Bani Ismail, (Arab) dipertemukan dengan Bani Israil
pada pokok asal, yaitu Nabi Ibrahirn a.s.. Sebab orang Arab sendiri mengakui,
terutama Arab Adnan, atau Arab Musta'ribah mengakui dan membanggakan bahwa
rnereka adalah keturunan Ibrahim a.s. dan Ismail a.s. diikuti oleh Arab yang
lain (Qahthan).
وَ
إِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيْمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ
"Dan
(ingatlah) tatkala telah diuji Ibrahim aleh TuhanNya dengan berapa
kalimat." (pangkal ayat 124).
Dengan ini diperingatkan kembali siapa Tbrahim a.s..Yang
dibanggakan oleh kedua suku bangsa Bani Israil dan Bani Ismail sebagai
nenek-moyang mereka. Itulah seorang besar yang telah lulus dari berbagai ujian.
Tuhan telah mengujinya dengan beberapa kalimat, artinya beberapa ketentuan dari
Tuhan. Dia telah diuji ketika menentang orang negerinya dan ayahnya sendiri
yang menyembah berhala. Dia telah diuji sampai dibakar orang. Dia telah diuji,
apakah kampung halaman yang lebih dikasihinya atau keyakinannya? Dia telah
tinggalkan karnpung halaman karena menegakkan keyakinan.
Dia telah diuji karena sampai tua tidak beroleh putera. Dan setelah
dia tua rnendapatkan putera yang diharapkan, maka diuji pula, disuruh menyembelih
puteranya yang dicintainya itu. Dan berbagai ujian yang lain.
فَأَتَمَّهُنَّ
"Maka
telah dipenuhinya semuanya. "
Artinya, telah
dipenuhinya sekalian ujian itu, telah dilaluinya dengan selamat dan jaya.
Diriwayatkan oleh Ihrru Ishaq dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas:
"Kalimat-kalimat yang diujikan kepadanya itu, dan telah dipenuhinya
semuanya. Dia telah memisahkan dari kaumnya karena Allah memerintahkannya
memisahkan diri.
Perdebatannya dengan raja Nambrudz tentang kekuasan Allah
menghidupkan dan mematikan. Kesabaran hatinya tatkala dia dilemparkan ke dalam
api bernyala; tidak lain karena mempertahankan pendiriannya tentang keesaan
Allah.
Setelah itu dia
hijrah dari kampung halamannya , karena Tuhan yang menyuruh. Ujian Tuhan
kepadanya seketika dia didatangi tetamu (seketika tetamu itu singgah kepadanya
dalam perjalanan membawa azab kepada kaum Luth), dan ujian kepadanya dengan
menyuruh menyembelih puteranya.
Di dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Abd bin Humaid dan Ibnu
Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari al-Hasan, la berkata: " Ibrahim a.s. telah
diuji dengan kelap-kelipnya bintang, diapun lulus. Dia diuji dengan bulan, diapun
lulus. Kemudian diuji dengan matahari , itupun dia lulus. Diuji dengan hijrah,
diapun lulus. Diuji pula dengan menyuruh menyembelih anak kandungnya sendiri,
itupun dia lulus. Padahal waktu itu usianya telah 80 tahun."
Menjadi imam
sesudah lulus ujian
Setelah
dilaluinya segala ujian itu dan dipenuhinya dengan sebaik-baiknya.
قَالَ
إِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا
"Diapun
berfrman : Sesungguhnya Aku hendak menjadtkan engkau Imam bagi manusia. "
Disini kita mendapat suatu pelajaran yang dalam sekali, tentang
jabatan yang begitu mulia yang dianugerahkan Tuhan kepada seorang di antara
RasulNya. Setelah beliau lulus dalam berbagai ragam ujian yang berat itu dan
diatasinya segala ujian itu dengan jaya, barulah Tuhan memberikan jabatan
kepadanya, yaitu menjadi Imam bagi manusia. Imam, ialah orang yang diikut,
orang yang menjadi pelopor, yang patut ditiru diteladan, baik berkenaan dengan
agama dan ibadat , atau akhlak . Setelah jabatan Imam itu diberikan Tuhan,
Ibrahimpun mengemukakan permohonan:
قَالَ
وَ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ
"Dan juga
dari antara anak-cucuku."
Sebagai seorang ayah atau nenek yang besar yang bercita-cita jauh,
Ibrahim a.s. memohonkan supaya jabatan Imam itupun diberikan pula kepada orang-orang
yang dipilih Tuhan dari kalangan anak-cucunya. Moga-moga timbullah kiranya
orang-orang yang akan menyambung usahanya. Permohonan itu disambut oleh Tuhan:
قَالَ
لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِيْن
"Tidaklah
akan mencapai perjanjianKu itu kepada orang-orang yang zalim. " (ujung
ayat 124).
Permohonannya dikabulkan Tuhan, bahwasanya dalam kalangan anak-cucu
keturunannya memang akan ada yang dijadikan Imam pula, sebagai pelanjut dari
usahanya. Akan ada Imam, tetapi janji itu tidak akan berlaku pada anak-cucunya
yang zalim. Keutamaan budi, ketinggian agama dan ibadat bukanlah didapat karena
keturunan. Yang akan naik hanyalah orang yang sanggup menghadapi ujian,
sebagaimana Ibrahim a.s. juga.
Ibrahim a.s. telah memenuhi segala ujian dengan selamat; baru diangkat
menjadi Imam. Bagaimana anak cucunya akan langsung saja menjadi Imam, kalau
mereka tidak lulus dalam ujian atau zalim di dalam hidup. Imam yang dimaksud
disini adalah Imamat Agama, bukan kerajaan clan bukan dinasti yang dapat
diturunkan kepada anak. Sebab itu keturunan Ibrahim a.s. tidaklah boleh
membanggakan diri karena mereka keturunan Imam Besar. Malahan kalau mereka
zalim, bukanlah kemuliaan yang akan didapat lantaran mereka keturunan Ibrahim
a. s., melainkan berlipat gandalah dosa yang akan mereka pikul, kalau mereka
yang terlebih dahulu melanggar apa yang dianjurkan oleh amanat nenek-moyangnya.
Ingatlah betapa beratnya ujian itu semuanya. Bukanlah perkara yang
ringan menegakkan paham dan keyakinan sendiri, yang bententangan dengan
pendirian ayah kandungnya. Ayahnya Azar tukang membuat berhala, sedang dia
sendiri menegakkan Tauhid. Dan untuk itu Ibrahim a.s. bersedia dibakar. Dan
ketika akan masuk pembakaran, Malaikat Jibril bertanya: Apakah dia memerlukan
pertolongan ? Ibrahim a.s. menjawab dengan tegas: "Kepada engkau
tidak." Kemudian ujian lagi karena sampai tua tidak beranak. Kemudian
ujian lagi, karena disuruh menyembelih anaknya yang tertua Ismail a.s., yang
telah lama diharap-harapkannya.
Oleh sebab itu maka jabatan Imam yang diberikan Allah kepadanya,
adalah hal yang wajar. Imamat yang sejati tidaklah mudah didapat oleh sembarang
orang. Kekayaan harta bisa diwariskan kepada anak. Pangkat jabatan jadi Raja
boleh diturunkan; tetapi Imamat yang sejati haruslah melalui ujian.
Di dalam Surat 32, as-Sajdah, ayat 34, Tuhan menjelaskan pula bahwa
di antara pengikut-pengikut Nabi Musa ada yang diangkat Tuhan menjadi Imam,
diberi pula petunjuk dan pimpinan, setelah ternyata betapa keteguhan hati,
ketabahan mereka dan sabar mereka menempuh berbagai ujian hidup.
Keturunan Ibrahim a.s. terbagi dua, yaitu Bani Ismail dan Bani
Israil. Pada kedua cabang turunan ini, terdapatlah beberapa orang Imam ikutan
orang banyak. Terakhir sekali Muhammad s.a.w Imam dunia dari keturunan Ismail.
Baitullah sebagai pusat kiblat peribadatan seluruh makhluq
Allah
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا
وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ
وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ
وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
وَ
إِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ
"Dan
(ingatlah) tatkala telah Kami jadikan rumah itu tempat berhimpun bagi
manusia."
(pangkal ayat
1"' 5). Di dalam ayat ini disuruh mengingat kembali bahwasanya Allah
Ta'ala telah menyuruhkan kepada Ibrahim a.s mennjadikan rumah itu, yaitu Ka'bah
atau Masjidil Haram menjadi tempat berhimpun manusia, yaitu tempat beribadat
dari seluruh manusia yang telah mempercayai keesaan Tuhan, supaya mereka dapat
berkumpul ke sana mengerjakan haji setiap tahun, sebagaimana yang dijelaskan
pula di dalam Surat 22, Surat al-Haj.
وَ
أَمْنا
"Dan
(tempat) aman."
Sekalian dari tempat berkumpul seluruh manusia mengerjakan ibadat,
maka tempat itupun dijadikan tempat yang aman sentosa. Di dalam Surat Ali Imran
(surat 3 ayat 97), kelak akan dijelaskan sekali lagi bahwa barangsiapa yang
masuk ke dalam pekarangan Masjidil Haram itu, terjaminlah keamanannya. Bukan
saja manusia, bahkan juga binatang-binatang perburuan. Oleh sebab itu disebut
juga dia tanah Haram , atau daerah yang dihormati.
Demikianlah
peraturan mensucikan tanah itu yang dimulai oleh Nabi Ibrahim a.s., telah
dipelihara turun-temurun oleh bangsa Arab, terutama oleh penduduk yang berdiam
di dalam daerah itu, walaupun dalam masa-masa mereka telah bertolak kepada
menyembah berhala:
وَ
اتَّخِذُوْا مِنْ مَّقَامِ إِبْرَاهِيْمَ مُصَلًّى
"Dan
jadikanlah sebagian dari makam Ibrahim menjadi tempat sembahyang."
Di sini
tersebutlah pula suatu tanda sejarah yang amat penting, yaitu Makam Ibrahim
Banyak lah bertemu Hadits-Hadits dan riwayat tentang Makam Ibrahim itu. Di
dalam Hadits-Hadits yang shahih ada ter ebut yang menunjukkan bahwa Makam
Ibrahim, yang berarti tempat berdiri Ibrahim a.s., ialah sebuah batu tempat
Nabi Ibrahim a.s. berdiri ketika beliau membangun Ka'bah. Bilamana bertambah
tinggi dinding Ka'bah itu, datanglah Ismail a.s. puteranya mengantarkan
batu-batu bangunan ke tangan beliau, dan naiklah pula Ismail a.s. ke atas batu
itu. Demikian riwayat Bukhari.
Menurut sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, dahulu batu Makam Ibrahim
itu termasuk menjadi dinding Ka'bah. Menurut suatu riwayat dari al-Baihaqi dari
Abdul Razzaq, Umar bin Khathab lah yang membawa batu itu dari Ka'bah dan
membinanya di tempat tersendiri. Menurut Ibnu Abi Hatim dari Hadits Jabir,
ketika Rasulullah s.a.w mengerjakan haji dan tawaf, di antara yang mengiringkan
beliau ialah Umar bin Khathab. Sesampai di makam itu, beliau bertanya kepada
Rasulullah s.a.w. "Makam Ibrahim?" Rasulullah menjawab: "Ya!"
Menurut Hadits yang dirawikan oleh Muslim, setelah selesai beliau tawaf, lalu
beliau sembahyang dua raka'at di belakang Makam Ibrahim itu.
Di dalam ayat 97 surat Ali Imran kelak akan lebih jelas lagi keistirnewaan
makam itu. Dikatakan bahwa di sana terdapat ayat (tanda) yang nyata, yaitu
Makam Ibrahim. Jarak di antara zaman Muhammad s.a.w. dengan zaman Ibrahim a.s.
telah berlalu beribu tahun, tetapi ayat atau tanda bukti masih ada, itulah
Makam Ibrahim. Menurut suatu riwayat lagi dari Tabi'in yang terkenal, Mujahid;
yang dikatakan Makam Ibrahim itu ialah seluruh pekarangan Masjidil Haram itu.
Maka teringatlah kita tentang usaha Raja Saud dari Saudi Arabia
pada tahun 1958 merombak dan memperbesar Masjidil Haram, yang menurut bentuk
maketnya yang baru, terpaksa letak Makam Ibrahim digeser. Rupanya pihak
Kerajaan berpegang kepada pendapat Mujahid, dan Ularna-ulama mempertahankan
tradisi. Di dalam rangka memperluas tempat tawaf mengelilingi Ka'bah , pada bulan
Rajab 1387, (1967) Masehi, raja Faisal Ibnu Abdil Aziz telah merombak bangunan
yang melingkungi makam yang lama, lalu menggantinya dengan satu bangunan kecil
memakai keranda tembaga. Di dalamnya beliau lingkungi dengan keranda kaca (kaca
pembesar), sehingga batu makam itu telah jelas kelihatan.
Di zaman raja-raja yang dahulu, rupanya di bekas jejak kaki Nabi
Ibrahim a.s. tempat beliau berdiri itu telah diberi pertanda dengan perak,
sehingga bekas telapak kaki itu lebih jelas kelihatan.
وَ
عَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيْمَ وَإِسْمَاعِيْلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ
لِلطَّائِفِيْنَ وَ الْعَاكِفِيْنَ وَ الرُّكَّعِ السُّجُوْدِ
"Dan
telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail supaya mereka berdua
membersihkan rumahKu itu untuk orang-orang bertawaf, dan orang-orang yang
i'tikaf dan orang-orang yang ruku' serta sujud. " (ujung ayat 125).
Inilah ujung lanjutan ayat. Yaitu selain dijadikan tempat berkumpul
haji setiap sekali setahun dan Umrah, clan dijadikan daerah aman, diapun
dijadikan pula daerah tempat beribadah yang tetap.
Pertama sekali,
bersihkan RumahKu.
Tuhan menyebut rumah itu sebagai RumahKu, sehingga diapun disebut
Baitullah, rumah.Allah , untuk mengangkat kehormatan rumah itu. Dia wajib
bersih daripada persembahan yang selain dari pada Allah. Ketika Ibrahim a.s.
telah meninggalkan negeri Babil dan Mesir dan tempat-tempat yang lain, sudah
terang beliau menolak tegas segala persembahan kepada berhala. Maka di tanah
yang telah diamankan ini, di sana rumah Tuhan telah berdiri, hendaklah dia
bersih dari berhala. Ini diingatkan kembali kepada bangsa Arab, sebab mereka
telah tersesat menyembah berhala. Rumah itu mesti dibersihkan daripada syirik
dan perbuatan yang tidak patut, sehingga tetaplah dia untuk orang yang tawaf,
yaitu mengelilingi Ka'bah itu tujuh kali, dengan mengambil jalan kanan. Dan
untuk orang yang i'tikaf, artinya orang yang duduk berrnenung tafakkur
mengingat Allah di dalam mesjid itu. Dan untuk mereka mengerjakan ruku' dan
sujud, yaitu mengerjakan sembahyang.
Dengan demikian
bertambah jelaslah bahwa Ibrahim a. s. yang dibantu oleh puteranya Ismail a.s.
telah diperintahkan Tuhan menjadikan tanah itu menjadi Tanah Haram .
Perhatikanlah betapa besar pengaruh ayat ini ke dalam perjuangan
Nabi kita di dalam menegakkan tauhid. Ayat ini diturunkan di Madinah, setelah
Nabi Muharnmad diusir oleh kaumnya dari Mekkah kampung halaman dan bumi
kelahirannya , dan di ayat ini dijelaskan Tuhan bahwa Nabi Ibrahim a.s. bersama
puteranya Ismail a.s. diperintahkan,
Pertama:
Mendirikan rumah Allah itu.
Kedua :
Menjadikannya daerah aman.
Ketiga :
Membersihkannya. Yaitu bersih dari penyembahan kepada yang lain dan bersih
daripada amalan yang karut.
Sedang di waktu ayat ini turun, Ka'bah tidak aman lagi, sehingga
umat yang membelanya diusir dari sana. Ka'bah kotor karena di sana telah
ditegakkan 360 berhala, dan sejak beberapa waktu orang-orang musyrikin
mengerjakan tawaf dengan kotor, ada yang bersorak-sorak, ada yang
bertepuk-tepuk tangan, bahkan laki-laki dan perempuan yang bertelanjang.
Untuk mernbangkitkan dan menimbulkan kembali kesucian Baitullah
itu, mula-mula sekali setelah 17 bulan Rasulullah pindah ke Madinah, datanglah
perintah Tuhan memutarkan kembali Kiblat dari Baitul Maqdis kepada Ka'bah di
Mekkah itu. Pada tahun kedelapan Hijriyah negeri Mekkah ditaklukkan, karena
orang Quraisyi sendiri yang memungkiri perjanjian Hudaibiyah. Di waktu
menaklukkan Mekkah itu, secara langsung beliau perintahkan menghancurkan
berhala-berhala itu, dan beliau perintahkan Sayidina Bilal azan ke puncak
Ka'bah.
Pada tahun kesembilan beliau perintahkan Abu Bakar as-Shiddiq
menjadi Amirul-Haj. Kemudian beliau usulkan dengan memerintahkan Ali bin Abu
Thalib membacakan Surat Baraah (at T'aubah), menyampaikan beberapa perintah. Di
antaranya ialah bahwa tahun depan tidak boleh lagi ada orang yang tawaf
keliling Ka'bah dengan bertelanjang. Kabarnya konon, karena beliau tidak mau
melihat orang telanjang bertawaf itulah maka beliau tidak naik haji tahun itu
memerintahkan Abu Bakar memimpin haji. Baru tahun depannya, tahun kesepuluh
beliau memimpin sendiri naik haji, setelah Ka'bah benar-benar bersih. Dan haji
beliau yang terakhir itulah yang dinamai Haji Wada': Haji Selamat Tinggal.
Keterangan
lebih lanjut akan didapat kelak ketika menafsixkan Surat Baraah (at Taubah),
Surat 9.
Dan menurut sebuah Hadits yang dirawikan oleh Imam Bukhari,
bahwasanya Allah Ta'ala telah menjadikan Tanah Mekkah itu menjadi Tanah Haram
sejak Tuhan menjadikan semua langit dan bumi, dan akan tetap menjadi Tanah
Haram sampai Hari Kiamat. Maka perintah yang diberikan kepada Ibrahim a. s.
itu, ialah sebagai pelaksanaan dari kehendak Tuhan sejak dahulu kala itu. Sebab
sebelum Ibrahim a.s. dan puteranya Ismail a.s. datang ke tempat itu, khususnya
sebelum ada sumur Zamzam, belumlah ada manusia di sana.
Doa nabi Ibrahim yang dikabulkan Allah atas perlindungan baitullah
hingga hari kiamat dan istidraj orang kafir yang kelak Allah adzab pada hari pembalasan.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا
وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى
عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
وَ
إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيْمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا
"Dan
(ingatlah) tatkala berkata Ibrahim: Ya Tuhanku! .Jadikanlah negeri ini negeri
yang aman."(pangkal ayat 126).
Dimohonkanlah oleh Ibrahim a.s., hendaknya negeri itu tetap aman
sentosa selama-lamanya, sehingga tenteramlah jiwa orang-orang yang melakukan
ibadat bertawaf dan beri'tikaf, sembahyang dengan ruku' dan sujudnya, menurut
peraturan sembahyang yang ada pada masa itu
وَ
ارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ
"Dan
karuniakanlah pada penduduknya dari berbagai buah-buahan."
Oleh karena wadi (lembah) itu amat kering tidak ada sesuatu yang
dapat tumbuh di dalamnya, dimohon kan pula oleh Nabi Ibrahim a.s. agar penduduk
lembah itu jangan sampai kekurangan makanan, supaya hati merekapun tidakbosan
tinggal disana menjaga peribadatan yang suci mulia itu. Tetapi Nabi Ibrahim a.
s. memberi alasan permohonannya:
مَنْ
آمَنَ مِنْهُمْ بِاللهِ وَ الْيَوْمِ الْآخِرِ
"Yaitu
barangsiapa yang beriman di antara rrcereka itu kepada Allah dan Hari
Kemudian."
Sebagai seorang
hamba Allah yang patuh, Nabi Tbrahim a.s. memohonkan agar yang diberi makanan
cukup dan buah-buahan yang segar ialah yang beriman kepada Allah saja. Tetapi
Tuhan Allah telah menjawab:
قَالَ
وَ مَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيْلاً
"Dan
carang-orang yang kafrpun, akan Aku beri kesenangan untuk dia sementara."
Dengan penjawaban ini Tuhan Allah telah memberikan penjelasan,
bahwasanya dalam soal rnakanan atau buah-buahan, Tuhan Allah akan berlaku adil
juga. Semuanya akan diberi makanan, semuanya aka:n diberi buah-buahan, baik
mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, ataupun mereka kufur. Oleh sebab
itu maka dalam urusan dunia ini, orang beriman dan orang kafir akan sarna-sama
diberi makan. Beratus tahun Nabi Tbrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. wafat, telah
banyak penduduk di dalam lembah Mekkah itu yang menyembah berhala namun makanan
dan buah-buahan mereka dapat juga. Sebab demikianlah keadilan Allah dalam
kehidupan dunia ini:
ثم أَضْطَرُّهُ إِلَى
عَذَابِ النَّارِ وَ بِئْسَ الْمَصِيْ
"Kemudian
akan Kami tarikkan dia kepada siksaan neraka (yaitu) seburuk-buruk
tujuan." (Ujung ayat 126).
Di dunia mendapat bagian yang sama di antara Mukmin dan kafir.
Malahan kadang-kadang rezeki yang diberikarz kepada kafir lebih banyak daripada
yang diberikan kepada orang yang beriman. Tetapi banyak atau sedikit pemberian
Allah di atas dunia ini, dalam soal kebendaan belumlah boleh dijadikan ukuran.
Nanti di akhirat baru akan diperhitungkan di antara iman dengan kufur. Yang
kufur kepada Allah, habislah reaksinya sehingga hidup ini saja. Ujian akan
diadakan lagi di Akhirat. Betapapun kaya-raya banyaknya tanam-tanaman,
buah-buahan di dunia ini, tidak akan ada lagi setelah gerbang maut dimasuki.
Orang yang kaya kebendaan tetapi miskin jiwa, gersang dan sunyi daripada irnan,
adalah neraka yang menjadi tempatnya.
Semuanya itu disuruh-ingatkan kembali kepada kaum musyrikin Arab,
supaya mereka kenangkan bahwasanya kedudukan yang aman sentosa di negeri Mekkah
itu adalah atas kehendak dari karunia Tuhan, yang disuruh laksanakan kepada
kedua RasulNya, Ibrahim a.s. dan Ismail a.s., yaitu nenek-moyang mereka. Negeri
itu telah mereka dapati aman, buah-buahan dan sayur-sayuran diangkut orang dari
negeri-negeri di luar Mekkah, dari Thaif ataupun lembah-lembah yang lain.
Diperingatkan kepada mereka asal mula segala kejadian itu, yaitu supaya mereka
menyembah Allah Yang Maha Esa, bersih daripada berhala dan segala macam
kemusyrikan. Sudah mereka dapati sentosa, makmur dan subur, tempat kediaman
mereka menjadi pusat peribadatan seluruh manusia sejak zaman purbakala, telah
beratus beribu-tahun.
Allah Maha mendengar dan Maha mengetahui atas segala amalan ibadah
dan do’a para hambaNya
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ
وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Lalu
diperingatkan lagi tentang asal-usul berdirinya Ka'bah itu:
وَ
إِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيْمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيْلُ
"Dan
ingatlah tatkala Ibrahim mengangkat sendi-sendi dari rumah itu, dan
Ismail." (pangkal ayat 127)
Di sini diperingatkan kembali bahwa Ibrahim lah, dibantu oleh
puteranya Ismail a.s. yang mengangkat sendi-sendi rumah itu, yaitu Ka'bah.
Sendi-sendi atau batu permata, Ibrahim a.s. sendiri yang meletakkannya.
Kemudian berangsur-angsur sehingga menjadi dinding, sebab itu disebut beliau
mengangkatnya seterusnya membangun sampai tinggi.
Di dalarn Kitab-kitab tafsir, macam-macamlah ditulis tentang
bagaimana caranya sendi-sendi itu dibangun, dan dari batu-batu mana, diambil
dan diangkut. Ibnu Katsir menulis di dalam tafsirnya, demikian Juga Ibnu Jarir.
Dengan mengingatkan ini, terkenanglah hendaknya mereka kembali bahwa
nenek-moyang mereka Nabi Ibrahim a.s., dibantu oleh puteranya, Ismail a.s.
bukan saja meramaikan dan mengamankan negeri itu atas perintah Tuhan, bahkan
lebih dari itu merekalah yang memulai membangun rumah yang pertama di tempat
itu, yaitu rumah yang pertama ditentukan buat tempat beribadat kepada Allah
Yang Maha Esa.
Demi setelah
selesai Ibrahim a.s. dibantu oleh Ismail a.s. mendirikan rumah itu, merekapun
bermunajatlah kepada Tuhan:
رَبَّنَا
تَقَبَّلْ مِنَّا
"Ya
Tuhan kami, terimalah daripada kami."
Artinya, bahwa
pekerjaan yang Engkau perintahkan kepada. kami berclua, ayah dan anak,
mendirikan Ka'bah sudah selesai. Sudilah kiranya menerima pekerjaan itu:
إِنَّكَ
أَنْتَ السَّمِيْعُ
"Sesungguhnya
Engkau adalah Maha Mendengar", akan segala. permohonan kami dan doa, kami:
الْعَلِيْمُ
"Maha
Mengetahui. " (ujung ayat 127). Yaitu Maha Mengetahui jika terdapat
kekurangan di dalarn pekerjaan kami ini, Engkaulah yang lebih tahu.
Maha penyayang Allah yang senantiasa menunjuki jalan lurus kepada hambanya
yang taqwa atas SyariatNya.
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا
أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ
التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Setelah dengan segenap kerendahan hati, kedua makhluk bapak dan
anak itu, Ibrahim a.s. dan Ismail a.s., yang telah menjadi manusia terpilih di
sisi Tuhan, memohonkan supaya amalan mereka diterima oleh Tuhan, mereka
teruskanlah munajat itu. Si Ayah yang berdoa dan si Anak yang mengaminkan:
رَبَّنَا
وَ اجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ
"Ya
Tuhan kami! Jadikanlah kami keduanya ini orang-orang yang berserah diri kepada
Engkau." (pangkal ayat 12) Setelah
rumah atau Ka'bah itu selesai mereka dirikan, maka mereka berdua pulalah orang
yang pertama sekali menyatakan bahwa mereka keduanya: muslimaini Laka, muslimin
kami keduanya kepada Engkau! Yang berpokok kepada kata-kata ISLAM yang berarti
berserah diri. Berjanjilah keduanya balrwa rumah yang suci itu hanyalah untuk beribadat
daripada orang-orang yang berserah diri kepada Allah, tidak bercampur dengan
penyerahan diri kepada yang lain.
وَ
مِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ
"Dan
dari keturunan-keturunan kamipun (hendaknya) menjadi orang-orang yang berserah
diri kepada Engkau."
Bukan saja
lbrahim a. s. mengharapkan agar penyerahan dirinya dan puteranya Ismail a.s.
kepada Allah, agar diterima Allah. Bahkan diapun mernohonkan kepada Allah agar
cucu-cucu dan keturunannya yang datang dibelakangpun menjadi orang-orang yang
berserah diri, menjadi orang-orang yang Muslim, atau ISLAM. Sehingga cocoklah
dan sesuailah hendaknya langkah dan sikap hidup anak-cucu keturunannya dengan
dasar pertama ketika rumah itu didirikan.
وَ
أَرِنَا مَنَاسِكَنَا
"Dan
tunjukkan kiranya kepada kami cara-cara kami beribadat."
Caracara kami beribadat, kita artikan dari Manasikana. Setelah
Ibrahim a.s. dan membawa juga nama puteranya Ismail a.s. mengakui bahwa
Allahlah tempat rnereka berserah diri, dan telah bulat hati mereka kepada
Allah, tidak bercampur dengan yang lain, dan diharapkannya pula kepada'hulran
agar anak-cucu keturunannya yang tinggal di sekeliling rumah itu semuanya
mewarisi keislaman itu pula, barulah Ibrahim a.s. memohonkan kepada Allah agar
ditunjuki bagaimana caranya beribadat, yang disebut juga Manasik. Manasik bisa
diartikan umum untuk seluruh ibadat, dan bisa pula dikhususkan untuk seluruh
upacara ibadat haji.
Menurut riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Abi Hatim dan Said bin
Manshur yang diterima dari Mujahid, bahwa permohonan Ibrahim a.s. agar Tuhan
mempertunjukkan bagaimana cara-cara beribadat itu, datanglah Jibril.
Mula-mulanya Jibril telah menuntunnya bagaimana memasang batu-batu sampai tegak
menjadi dinding. Setelah selesai dibimbingnyalah tangan Ibrahim a.s. berjalan
menuju Mina. Sampai ditempat yang sekarang dinamai Jamratul Aqabah itu (Aqabah
boleh diartikan penghalang) kelihatanlah Iblis sedang bernaung di bawah sepohon
kayu. Lalu Jibril menyuruh Ibrahim a.s.: "Takbirlah, dan lemparlah Iblis
itu!" Lalu Ibrahim a.s. takbir sambil melempar Iblis itu. Iblispun pergi
lalu menghambat lagi ditempat yang sekarang dinamai Jamratul Wustha. Lalu
Ibrahim a. s. berbuat pula sebagaimana dibuatnya di Jamratul Aqabah tadi, dan
demikian juga dibuatnya sampai di Jamrah yang ketiga.
Kemudian Jibril membimbing tangan Ibrahim a.s., lalu berjalan
menuju Masy'aril Haram (Muzdalifah), kemudian itu berjalan terus ke Arafah.
Sesampai di sana berkatalah Jibril: "Sekarang telah engkau kenal (arafta)
ibadat-ibadat yang aku pertunjukkan kepada engkau itu." lbrahim a.s,
menjawab: "Na'am" (Ya)!
"Sekarang sudahkah engkau kenal (arafta) ibadat-ibadat yang
aku pertunjukkan itu?" Diulang itu oleh Jibril sampai tiga kali. Maka
menjawablah Ibrahim a.s.: "Na'am!" (Ya, saya sudah kenal sekarang).
Maka berkata pulalah Jibril: "Kalau demikian, mulailah engkau panggil
manusia untuk mengerjakan haji." lalu Ibrahim a.s. bertanya:
"Bagaimana caranya aku memanggil mereka?" Jibril menjawab:
"Katakanlah, wahai sekalian manusia! Sambutlah seruan Tuhan kamu!
Serukanlah demikian sampai tiga kali!" Lalu yang demikian itu dilakukan
oleh Ibrahim a.s., maka menyahutlah hamba-hamba Allah: "SeruanMu telah
hamba dengar ya Allah dan hamba segera melakukannya." (Inilah arti yang
agak dekat dari kata-kata : Labbaika). Kata Mujahid seterusnya. "Maka
barangsiapa yang menyambut seruan Ibrahim di masa itu, akan jadi hajilah dia.
"
Kita salinkan riwayat yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan
Said bin Manshur dari pada Tabi'in yang terkenal ini, yaitu Imam Mujahid, hanyalah
sekedar untuk tafsir saja.
Satu riwayat pula daripada Ibnu Jarir dan diterimanya daripada
Tabi'in Said bin al-Musayyab, yang diterimanya pula daripada Ali bin Abu
Thalib, demikian bunyinya: "Setelah Ibrahim a.s. selesai membina Baitullah
itu, berserulah dia kepada Allah: Ya Tuhanku! Telah aku kerjakan apa yang telah
Engkau titahkan. Sekarang aku bermohon, pertunjukkanlah kepada kami, bagaimana
caranya ibadat-ibadat kami (Manasik kami). Maka diutus Tuhanlah Jibril, lalu
dituntunnyalah Ibrahim a.s. mengerjakan haji."
Ada juga beberapa riwayat lain yang hampir sama isinya. Disebut
juga gangguan syaitan ditengah jalan itu, sebagai keterangan Mujahid tadi. Ada
juga riwayat lain dari Ibnu Khuzaimah dan at-Thabrani dan al-Hakim dan diakui
shahihnya. dan al-Baihaqi di dalam Sya'bul lman, semuanya dari Ibnu Abbas. Dan
ada juga riwayat lain dari Ahmad dan al-Baihaqi dan Ibnu Abi Hatim.
Dari sekalian riwayat ini dapatlah kita mengambil kesimpulan
bahwasanya setelah selesai mendirikan Ka'bah, Ibrahim as. dituntun oleh Jibril,
dengan perintah Tuhan, agar dia mengerjakan, haji. Dan Sunnah yang telah
direntangkan oleh Nabi Ibrahim as. itulah yang diterima turun- temurun oleh
manusia khusus nya anak-cucunya, sebagai pelopor pemberi contoh yang pertama,
yaitu bangsa Arab, dan manusia pada umumnya yang percaya . Lantaran riwayat
Mujahid yang kita salinkan di atas, bahwa Nabi Ibrahim menyeru manusia
mengerjakan haji, timbullah suatu kepercayaan pada seterigah manusia, lalu
mereka meniru Nabi Ibrahim as. mengipas-ngipas memanggil-manggil keluarganya
yang dikampung supaya terseru pula naik haji.
Kalau perbuatan memanggil-manggil niengipas-ngipas serban ini
dilakukan orang, karena memandangnya sebagai suatu ibadat, maka bid'ahlah
perbuatan itu. Dan jika hanya karena iseng.-iseng saja, terserahlah kepada yang
mengerjakan.
وَ
تُبْ عَلَيْنَآ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
"Dan
ampunilah kiranya kami, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun lagi
Penyoyang." ( ujung ayat. 128).
Kita sudah maklum bahwasanya Rasul Allah adalah ma'shum, suci
daripada dosa, terutarna dosa yang besar.Tetapi orang-orang yang telah mencapai
derajat Iman yang sempurna sebagai Ibrahim a.s dan Ismail as, tidaklah
berbangga dengan anugerah Allah kepada mereka dengan ma'shum itu. Nabi Ibrahim
a.s memohonkan taubat untuk dirinya dan untuk anaknya ini, adalah suatu teladan
bagi kita agar selalu ingat dan memohonkan ampun kepada Tuhan. Makna yang asal
daripada taubat ialah kembali. Kita bertaubat kepada Allah. Dan Allah
mengabulkan permohonan kita, dengan memakai perkataan 'Ala, yang berarti ke
atas Kita mendaki menuju Allah, Dan Allah. menarik tangan kita ke atas.
Nabi Isa alaihis salam yang ma'shum, setiap waktu memohon taubat
kepada Tuhan, sehingga diriwayat kan oleh Imam Ghazali , bahwasanya beliau menyediakan
bunga-karang (spons) untuk menghapus airmatanya , dan Nabi kita Muhammad s.a.w,
mengatakan bahwa tidak kurang dari 70 kali sehari semalam beliau memohon ampun.
Dengan demikian., bertambah suci manusia, bertambah pula mereka merasa
kekurangan.
Al-Qur’an sebagai bukti kemukjizatan Nabi Muhammad SAW
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ
آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ
الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Setelah selesai Ibrahim a.s. membina Baitullah itu dan selesai pula
dia mengerjakan Haji dengan tuntunan Jibril sendiri, dan telah selesai dia
menyerahkan diri, berdua dengan puteranya Ismail a.s. dan diharapkannya agar
anak-cucunyapun menjadi orang-orang yang Muslim kepada Allah, maka akhirnya
ditutupnyalah permohonannya dengan suatu permohonan lagi:
رَبَّنَا
وَ ابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلاً مِّنْهُمْ
"Ya Tuhan
kami! , Bangkitkanlah di antara mereka itu seorang Rasul dari mereka
sendiri." (pangkal ayat 129).
Di dalam beberapa ayat disebut bahwa salah satu bawaan budi Nabi
Ibrahim a.s. itu ialah awwaah, artinya penghiba, amat halus perasaan, tidak
tega hati. Dan perasaan beliau yang halus itu terdapat di dalam nama beliau
sendiri, yaitu Ibrahim.
Menurut keterangan al-Mawardi, dan dikuatkan pula oleh catatan Ibnu
Athiya, Ibrahim itu adalah bahasa Suryani, yang rumpun asalnya bersamaan dengan
bahasa Arab. Dia adalah gabungan di antara dua kalimat, yaitu Ib dan Rahim. Ib
sama artinya dengan Abun dalam bahasa Arab, yang berarti bapak atau ayah. Rahim
dalam bahasa Suryani sama artinya dengan Rahim dalam bahasa Arab, yang berarti
penyayang. Jadi Ibrahim artinya ialah ayah yang penyayang.
Maka ayah yang penyayang ini tidaklah merasa puas dengan menyatakan
menyerahkan dirinya bersama puteranya Ismail a.s. saja kepada Allah, menjadi
Muslimaini Laka (berdua menyerahkan diri kepada Engkau), rnalahan dimohonkannya
pula anak-cucunya, sehingga tetaplah terpelihara Rumah Allah atau Ka'bah itu,
jangan sampai menjadi rumah-rumah tempat berhala. Tetapi ayah yang penyayang
itu rupanya amat jauh pandangannya ke zaman depan, berkat tuntunan Tuhan. Tidak
puas hanya memohon anak-cucunya menjadi Islam semua, bahkan beliau memohonkan
pula agar di antara anak dan cucunya itu dikemudian hari dibangkitkan seorang
yang menjadi Rasul Allah:
يَتْلُوْ
عَلَيْهِمْ آيَاتِك
"Yang
akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau."
Yaitu
perintah-perintah Ilahi untuk memupuk dasar yang telah ditinggalkan oleh beliau
di dalam mengakui keesaan Tuhan.
وَ
يُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَ الْحِكْمَةَ
"Dan mengajarkan kepada mereka
kitab dan hikmat."
Kitab ialah kumpulan daripada wahyu-wahyu yang diturunkan Ilahi,
yang bernama al-Qur'an itu, dan hikmat ialah kebijaksanaan di dalam cara
menjalankan perintah, baik di dalam perkataan dan perbuatan atau sikap hidup
Nabi itu sendiri yang akan dijadikan contoh dan teladan bagi umatnya ..
وَ
يُزَكِّيْهِمْ
"Dan yang
akan membersihkan mereka."
Baik ayat-ayat, ataupun kitab itu, ataupun hikmat kebijaksanaan
yang dibawakan oleh Rasul itu adalah maksudnya rnembersihkan mereka seluruhnya.
Bersih daripada kepercayaan yang karut-marut, syirik dan menyembah berhala, dan
bersih pula kehidupan sehari-hari daripada rasa berici, dengki, khizir dan
khianat. Yuzakkihim , untuk membersihkan mereka pada rohani dan
jasmani. Sehingga dapat membedakan mana kepercayaan yang kotor dengan yang
bersih. Kebersihan itulah yamg akan membuka akal dan budi, sehingga selamat
dalam kehidupan . Itulah pengharapan Nabi lbrahim a.s. kepada Allah, yang
ditutupnya dengan ucapan:
إِنَّكَ
أَنْتَ العَزِيْزُ الحَكِيْم
"Sesungguhnya
Engkau, adalah Maha Gagah, lagi Maha Bijaksana." (ujung ayat 129).
Kepada Allah
yang satu di antara sifatNya ialah Aziz, yaitu Maha Gagah, Ibrahim a. s. telah
nzenggantungkan pengharapan kepada Allah di dalam sifat kegagahanNya itu,
bahwa meskipun betapa besarnya rintangan dan halangan akan bertemu di dalarn
perjalanan sejarah, namun kehendak Allah mesti terjadi. Tetapi di samping sifat
Gagah Perkasa itu Tuhanpun mempunyai sifat Bijaksana; yaitu bahwa kehendakNya
mesti berlaku, tetapi menurut arah jalan yang masuk di akal dan mengagumkan.
Maka apabila kita ketahui betapa perjalanan sejarah di antara zaman
Nabi Ibrahim a.s. dengan zaman Nabi Muhammad s.a.w, sebagai pelaksanaan Allah
atas permohonan Nabi Ibrahim a.s. itu, memang bertemulah betapa hebatnya
Kegagah-perkasaan Tuhan dan BijaksanaNya, sehingga Rasul yang diharapkan itu
akhirnya datang juga.
Setumpuk Tanah Hejaz itulah yang dengan kebijaksanaan Tuhan tidak
sampai dimasuki oleh tentara penakluk, sehingga tidak pernah merasai bila
bencana penjajahan. Di sebelah Utara beberapa orang penakluk yang besar telah
bertindak semau-mau, sejak Nebukadneshar raja Babil, sampai Cyprus raja
Persia, sampai kemudiannya datang Iskandar Macedonia, sampai pula kepada Julius
Caesar dan Antonius, namun Tanah Hejaz dan khususnya Mekkah itu, tidaklah
sampai mereka injak. Menurut kebijaksanaan Tuhan , tanah itu dijadikan tanah
kering gersang, sehingga penakluk memandang tidak perlu datang ke sana. Setelah
Abrahah wakil raja Habsyi mencoba hendak menaklukkannya dan meruntuhkan Ka'bah
yang suci itu, dengaar gagah-perkasaNya pula Allah 'I'a'ala membinasakan dan
meng-hancurkan tentara Abrahah itu dengan mengirim burung Ababil.
Keturunan Ibrahim a.s. terbagi dua yaitu Bani Ismail yang
menurunkan Arab Musta'ribah, berkedudukan dibagian Selatan dan Barat.
Keturunannya yang secabang lagi adalah yang diturunkan daripada Ya'qub a.s.
anak Ishaq, yang disebut Bani Israil, diberi kedudukan disebelah Utara, daerah
Mesopotamia. Dari antara Bani Israil banyak diturunkan Nabi-nabi dan Rasul,
tetapi dengan karunia Allah, dari keturunan Bani Ismail itulah diturunkan Rasul
Akhir Zaman, Muhammad s.a.w mengabulkan permohonan nenek-andanya Ibrahim a.s.
itu.
Demikianlah beberapa kesimpulan yang kita tarik daripada ayat-ayat
ini, peringatan tentang asal mulanya negeri Mekkah dijadikan Tanah Hararn yang
aman, tempat manusia berkumpul dan asal mulanya Ibrahim a. s. dibantu oleh
puteranya Ismail a. s. diperintahkan membangun Ka'bah. Sampai kelak dari dekat
Ka'bah itulah beribu tahun kemudian dibangkitkan seorang Rasul, Muhammad s.a.w
menjadi Rasul Penutup, membawa ayat dan Kitab dan Hikmat dan tuntunan kesucian,
hingga terkabul doa Ibrahim a.s..
Di dalam Kitab-kitab Tafsir bertemu juga riwayat-riwayat lain yang
lebih panjang dari yang kita salinkan dan kita kupaskan ini, dan kita
sambungkan dengan beberapa sejarah. Ada tersebut bahwasanya Ka'bah yang
didirikan Nabi Ibrahim a. s. itu adalah menurut contoh dari Ka'bah lain,
terletak dilangit yang keempat, bernama Baitul Ma'mur, persis terletak di
langit bertentangan dengan Ka'bah yang di Mekkah itu. Dan tersebut pula di
dalam satu riwayat bahwasanya Ka'bah itu didirikan oleh Nabi Adam setelah
beliau turun kedunia, setelah dia bertemu dengan isterinya Hawa di Padang
Arafah.
Tengah Padang itu diberi nama Arafah, sebab di sana Adam dan Hawa
kami kenal mengenal kembali. Kata riwayat itu pula, setelah terjadi taufan Nabi
Nuh , K.a'bah buatan Nabi Adam itu diangkat Tuhan kelangit , sehingga dasarnya
tinggal ; diatas dasar itulah Ibrahim a.s. mendirikan Ka'bah yang baru. Dan
tersebut pula bahwasanya Hajarul Aswad (Batu Hitam) yang tertempat di dinding
Ka'bah sekarang itu asal mulanya daripada batu Yaqut yang sangat putih, datang
dari dalam surga. Tetapi lama kelamaaaz menjadi hitarn karena d ipegang oleh
tangan manusia yang berdosa.
وَإِذْ
قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ
الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ قَالَ وَمَنْ
كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ
الْمَصِيرُ
(
126 ) Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku,
jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari
buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan
hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri
kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah
seburuk-buruk tempat kembali".
وَإِذْ
يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا
تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
(
127 ) Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina)
dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami
terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui".
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ
ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا
إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
(
128 ) Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh
kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh
kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat
haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ
رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ
وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
(
129 ) Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari
kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan
mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta
mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Allah Swt. memberitakan tentang kesempurnaan doa Nabi Ibrahim buat
penduduk Tanah Suci, yaitu dia memohon kepada Allah semoga Allah mengutus untuk
mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri. Dengan kata lain, dari
keturunan Ibrahim sendiri. Ternyata doa yang mustajabah ini bertepatan dengan
takdir Allah yang terdahulu yang telah menentukan Nabi Muhammad Saw. sebagai
seorang rasul untuk bangsa yang ummi dari kalangan mereka sendiri, juga untuk
semua bangsa Ajam lainnya dari kalangan manusia dan jin.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا
مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ سُوَيد الْكَلْبِيِّ، عَنْ عَبْدِ
الْأَعْلَى بْنِ هِلَالٍ السُّلَمِيِّ، عَنِ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إني عند الله لخاتم النَّبِيِّينَ، وَإِنَّ آدَمَ
لَمُنْجَدِلٌ فِي طِينَتِهِ، وَسَأُنْبِئُكُمْ بِأَوَّلِ ذَلِكَ، دَعْوَةُ أَبِي
إِبْرَاهِيمَ، وَبِشَارَةُ عِيسَى بِي، وَرُؤْيَا أُمِّي الَّتِي رَأَتْ،
وَكَذَلِكَ أُمَّهَاتُ النَّبِيِّينَ يَرَيْنَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman
ibnu Mahdi, dari Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Sa'id ibnu Suwaid Al-Kalbi, dari
Abdul A’la ibnu Hilal As-Sulami, dari Al-Irbad ibnu Sariyah yang menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya aku di sisi Allah
benar-benar tercatat sebagai penutup para nabi, sedangkan Adam benar-benar
masih berupa tanah liat. Dan aku akan menceritakan kepada kalian awal
mula dari hal tersebut, yaitu doa ayahku Ibrahim, berita gembira Isa
mengenaiku, dan impian diriku yang pernah dilihat oleh ibuku, demikian pula
ibu-ibu para nabi. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Wahb dan Lais
serta dicatat oleh Abdullah ibnu Saleh, dari Mu'awiyah ibnu Saleh, kemudian
diikuti oleh Abu Bakar ibnu Abu Maryam, dari Sa'id ibnu Suwaid dengan lafaz
yang sama.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ، حَدَّثَنَا الْفَرَجُ،
حَدَّثَنَا لُقْمَانُ بْنُ عَامِرٍ: سَمِعْتُ أَبَا أُمَامَةَ قَالَ: قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، مَا كَانَ أَوَّلُ بَدْء أَمْرِكَ؟ قَالَ: "دَعْوَةُ أَبِي
إِبْرَاهِيمَ، وَبُشْرَى عِيسَى بِي، وَرَأَتْ أُمِّي أَنَّهُ خَرَجَ مِنْهَا
نُورٌ أَضَاءَتْ لَهُ قُصُورُ الشَّامِ"
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abun
Nadr, telah menceritakan kepada kami Al-Faraj, telah menceritakan kepada kami
Luqman ibnu Amir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Umamah
menceritakan hadis berikut: Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah
permulaan dari kejadianmu? Nabi Saw. menjawab, "Doa ayahku Ibrahim,
berita gembira Isa mengenaiku, dan ibuku melihat dalam mimpinya telah keluar
dari tubuhnya suatu nur yang cahayanya dapat menerangi gedung-gedung negeri
Syam"
Makna yang dimaksud ialah, orang yang mula-mula sengaja menyebutnya dan memperkenalkannya kepada umat manusia adalah Ibrahim a.s. Nama beliau Saw. terus-menerus menjadi buah bibir manusia hingga namanya disebutkan dengan jelas oleh penutup nabi-nabi kalangan Bani Israil, yaitu Nabi Isa ibnu Maryam a.s. Ia berkhotbah di kalangan umat Bani Israil. Ucapannya ini disitir oleh firman-Nya:
{إِنِّي
رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ
وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ}
Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian, membenarkan
kitab (yang turun) sebelumku —yaitu Taurat— dan memberi kabar gembira dengan
(datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).
(Ash-Shaff:6)
Karena itulah Nabi Saw.
bersabda di dalam hadis ini bahwa dia adalah doa Nabi Ibrahim dan berita
gembira yang disampaikan oleh Isa ibnu Maryam. Sabda Nabi Saw. yang mengatakan,
"Dan ibuku telah melihat ada sebuah nur (cahaya) keluar dari tubuhnya yang
cahayanya menyinari gedung-gedung negeri Syam." Menurut suatu pendapat,
hal itu terjadi di dalam mimpinya ketika ibu Nabi Saw. sedang mengandungnya,
lalu beliau menceritakannya kepada kaumnya, maka hal itu tersiar dan terkenal
di kalangan mereka. Hal tersebut merupakan pendahuluan dan pengkhususan bagi
negeri Syam, bahwa nur Nabi Saw. akan menyinarinya. Hal ini merupakan isyarat
yang menunjukkan bahwa agama dan kenabian beliau Saw. kelak akan menetap di
negeri Syam. Karena itu, maka negeri Syam di akhir zaman kelak akan menjadi
benteng bagi Islam dan para pemeluknya. Di negeri Syam-lah kelak Nabi Isa ibnu
Maryam diturunkan, yaitu di kota Damaskus, tepatnya di menara putih sebelah
timur. Di dalam sebuah hadis Sahihain (Imam Bukhari dan Imam Muslim)
disebutkan:
«لَا
تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ
خَذَلَهُمْ وَلَا مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ
كَذَلِكَ»
Segolongan dari
umatku masih terus-menerus berjuang membela kebenaran, tidak membahayakan
mereka orang yang menghina mereka dan tidak pula orang yang menentang mereka
hingga datang perintah Allah (hari kiamat), sedangkan mereka tetap dalam
keadaan demikian (membela kebenaran).
Di dalam Sahih
Bukhari disebutkan:
«وَهُمْ
بِالشَّامِ» .
sedangkan mereka tinggal di negeri
Syam.
Abu Ja'far Ar-Razi menceritakan
dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, sehubungan dengan takwil
firman-Nya: Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari
kalangan mereka. (Al-Baqarah: 129) Yang dimaksud dengan mereka adalah umat
Nabi Muhammad Saw. Lalu dikatakan kepada Ibrahim bahwa permintaannya telah
dikabulkan. Apa yang dimintanya itu terbukti di akhir zaman (yakni zaman Nabi
Muhammad Saw.). Hal yang sama dikatakan pula oleh As-Saddi dan Qatadah.
Firman Allah Swt.:
{وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ} يَعْنِي: الْقُرْآنَ {وَالْحِكْمَةَ}
Dan mengajarkan kepada mereka
Al-Kitab dan hikmah. (Al-Baqarah: 129)
Yang dimaksud adalah kitab Al-Qur'an. Sedangkan yang dimaksud dengan al-hikmah ialah sunnah.
Demikianlah menurut Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, Abu-Malik serta lain-lainnya. Menurut pendapat lain, yang dimaksudkan ialah pengertian dalam agama. Akan tetapi, kedua pendapat tersebut tidaklah bertentangan.
Yang dimaksud adalah kitab Al-Qur'an. Sedangkan yang dimaksud dengan al-hikmah ialah sunnah.
Demikianlah menurut Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, Abu-Malik serta lain-lainnya. Menurut pendapat lain, yang dimaksudkan ialah pengertian dalam agama. Akan tetapi, kedua pendapat tersebut tidaklah bertentangan.
Wayuzakkihim, menurut Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, makna yang dimaksud
ialah taat kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur'an) dan
hikmah. (Al-Baqarah: 129) Bahwa yang dimaksud ialah mengajarkan kepada
mereka Al-Qur'an dan kebaikan agar mereka mengerjakannya, juga keburukan agar
mereka menjauhinya, serta menyampaikan kepada mereka bahwa Allah akan rida
kepada mereka jika taat kepada-Nya. Demikian itu agar mereka banyak melakukan
ketaatan kepada-Nya dan menjauhi semua hal yang membuat-Nya murka, juga
menjauhi perbuatan durhaka terhadap-Nya.
Firman Allah
Swt.:
{إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ}
Sesungguhnya
Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Baqarah:
129)
Yakni Yang Mahaperkasa, tiada sesuatu pun yang dapat menghalangi-Nya; dan Dia adalah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu, lagi Mahabijaksana dalam semua firman dan perbuatan-Nya. Dia selalu meletakkan segala sesuatu pada tempatnya karena pengetahuan, kebijaksanaan, dan keadilan-Nya.
Yakni Yang Mahaperkasa, tiada sesuatu pun yang dapat menghalangi-Nya; dan Dia adalah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu, lagi Mahabijaksana dalam semua firman dan perbuatan-Nya. Dia selalu meletakkan segala sesuatu pada tempatnya karena pengetahuan, kebijaksanaan, dan keadilan-Nya.
AYAT 130-132
وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ
إِلَّا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ
فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ
( 130) Dan
tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh
dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya
dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.
إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ
أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
( 131) Ketika
Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab:
"Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ
وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
( 132 ) Dan
Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub.
(Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih
agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama
Islam".
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ
الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ
إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا
وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Ayat-ayat ini merupakan sanggahan dari Allah Swt. terhadap
orang-orang kafir atas apa yang telah mereka buat-buat dan hal-hal baru yang
mereka adakan berupa kemusyrikan terhadap Allah Swt. dan bertentangan dengan
agama Nabi Ibrahim, imam para Hunafa. Karena sesungguhnya dia hanya mengesakan
Tuhannya dan tidak menyeru kepada siapa pun selain kepada Tuhannya. Dia tidak
mempersekutu-kan-Nya barang sekejap pun dan membebaskan diri dari semua
sesembahan selain-Nya. Untuk membela agamanya ini Nabi Ibrahim menentang semua
yang disembah oleh kaumnya hingga dia membebaskan dirinya dari ayahnya yang
berpihak kepada kaumnya. Nabi Ibrahim mengatakan, seperti yang disitir oleh
firman-Nya:
{يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ* إِنِّي
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا
مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Dia berkata,
"Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan.
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan
bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (Al-An'am:
78-79)
{وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي
بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ* إِلا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ}
Dan ingatlah
ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Sesungguhnya aku
tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kalian sembah, tetapi (aku menyembah)
Tuhan yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi taufik kepadaku." (Az-Zukhruf: 26-27)
{وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إبْرَاهِيمَ لأبِيهِ إِلَّا عَنْ
مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إيَّاهُ فَلَمَا تَبَيَّنَ لَهُ أنَّه عَدُوٌ لِلَّهِ
تَبَرَّأَ مِنْهُ إنَّ إبْرَاهِيمَ لأوَّاهٌ حَلِيمٌ}
Dan permintaan
ampun Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu
janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi
Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri
dari-nya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi
penyantun. (At-Taubah: 114)
{إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا
وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ* شَاكِرًا لأنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى
صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ* وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي
الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ}
Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada
Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah
telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan
kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk
orang-orang yang saleh. (An-Nahl:
120-122)
Mengingat
alasan-alasan yang telah disebutkan di atas serta lain-lain-nya yang semakna,
maka dikatakan di dalam firman-Nya: Dan tiada yang benci kepada agama Ibrahim
melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri. (Al-Baqarah: 130)
Dengan kata lain, dia berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri
dengan memperbodohinya, dan buruk dalam berpikir karena meninggalkan perkara
yang hak menuju kepada perkara yang batil; mengingat dia menyimpang dari jalan
orang yang terpilih di dunia untuk memberi-kan hidayah dan bimbingan sejak dia
kecil sampai Allah mengangkatnya menjadi kekasih-Nya, sedangkan dia di akhirat
kelak menjadi salah seorang yang saleh lagi berbahagia. Barang siapa yang
menyimpang dari jalan dan agama serta tuntunannya, lalu ia mengikuti
jalan-jalan kesesatan dan kezaliman, maka perbuatan bodoh apakah yang lebih
parah daripada hal ini? Dan perbuatan aniaya manakah yang lebih besar daripada
hal ini? Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ}
Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar perbuatan aniaya yang besar. (Luqman: 13)
Abul Aliyah dan Qatadah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan orang-orang Yahudi, karena mereka membuat-buat ja-lan yang
bukan dari sisi Allah, dan mereka bertentangan dengan aga-ma Nabi Ibrahim dalam
hal-hal yang mereka buat-buat itu. Kebenaran dari takwil ini terbukti melalui
firman-Nya:
{مَا
كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا
مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ* إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ
بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُوا
وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ}
Ibrahim bukan
seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang
lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia dari
golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada
Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), serta
orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua
orang yang beriman. (Ali-Imran: 67-68)
Adapun firman Allah Swt.:
{إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ
الْعَالَمِينَ}
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya,
"Tunduk patuhlah" Ibrahim menjawab, "Aku tunduk patuh kepada
Tuhan semesta alam." (Al-Baqarah:
131)
Yakni Allah
memerintahkannya untuk berikhlas kepada-Nya, tunduk dan patuh kepada-Nya; dan
ternyata Ibrahim a.s. menunaikan perintah Allah ini seperti apa yang telah
dikehendaki oleh-Nya.
Firman Allah Swt:
{وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ}
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan
itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Al-Baqarah: 132)
Yaitu Ibrahim mewasiatkan agama yang mengajarkan tunduk patuh
kepada Allah ini kepada anak-anaknya; atau damir yang terkandung di dalam lafaz
biha kembali kepada ucapan Nabi Ibrahim yang disebutkan oleh firman
selanjutnya, yaitu: Ibrahim menjawab, "Aku tunduk patuh kepada Tuhan
semesta alam.” (Al-Baqarah: 131)
Demikian itu karena keteguhan mereka dan kecintaan mereka kepada
agama ini. Mereka tetap berpegang teguh kepadanya hingga mening-gal dunia, dan
bahkan sebelum itu mereka mewasiatkan kepada anak-anaknya agar berpegang teguh
kepada agama ini sesudah mereka. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan
oleh firman-Nya:
{وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ}
Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat
tauhid ini kalimat yang kekal pada keturunannya. (Az-Zukhruf: 28)
Sebagian ulama Salaf membaca lafaz Ya'qub dengan bacaan nasab
—yakni Ya'quba— karena di-'ataf-kan kepada lafaz banihi, seakan-akan Ibrahim
mewasiatkannya kepada anak-anaknya, juga kepada cucunya (yaitu Ya'qub ibnu
Ishaq) yang pada saat itu memang Ya'qub menghadirinya.
Imam Qusyairi —menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Qurtubi
darinya— menduga bahwa Ya'qub hanya dilahirkan sesudah Nabi Ibrahim wafat. Akan
tetapi, pendapat ini memerlukan dalil yang sahih. Menurut pendapat yang kuat
—hanya Allah yang mengetahuinya— Ishaq mempunyai anak Ya'qub sewaktu Nabi Ibrahim
dan Sarah masih hidup, karena berita gembira yang disebutkan pada ayat berikut
ditujukan kepada keduanya (Nabi Ibrahim dan Siti Sarah), yaitu firman-Nya:
{فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ
يَعْقُوبَ}
Maka Kami sampaikan kepadanya berita
gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya'qub. (Hud: 71)
Ya'qub dapat pula dibaca nasab, yakni Ya'quba, atas dasar mencabut
huruf khafad. Sekiranya Ya'qub masih belum lahir di masa keduanya masih hidup,
niscaya penyebutan Ya'qub di antara anak-anak Ishaq tidak mempunyai faedah yang
berarti. Lagi pula karena Allah Swt. telah berfirman di dalam surat
Al-'Ankabut, yaitu:
{وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَجَعَلْنَا فِي
ذُرِّيَّتِهِ النُّبُوَّةَ وَالْكِتَابَ وَآتَيْنَاهُ أَجْرَهُ فِي الدُّنْيَا
وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ}
Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim,
Ishaq dan Ya'qub, dan Kami jadikan kenabian dan Al-Kitab pada keturunannya. (Al-'Ankabut: 27) hingga akhir ayat.
Allah Swt telah berfirman di dalam ayat
yang lain, yaitu:
{وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ نَافِلَةً}
Dan kami telah memberikan kepadanya
(Ibrahim) Ishaq dan Ya'qub sebagai suatu anugerah (dari Kami). (Al-Anbiya: 72)
Hal ini semua menunjukkan bahwa Nabi Ya'qub memang telah ada semasa
Nabi Ibrahim a.s. masih hidup. Dan sesungguhnya Nabi Ibrahimlah yang mula-mula
membangun Baitul Maqdis, seperti yang disebutkan oleh kitab-kitab terdahulu. Di
dalam kitab Sahihain telah disebutkan sebuah hadis melalui Abu Zar r.a. yang
menceritakannya:
يَا
رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ أَوَّلُ؟ قَالَ: "الْمَسْجِدُ
الْحَرَامُ"، قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: "بَيْتُ الْمَقْدِسِ".
قُلْتُ: كَمْ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: "أَرْبَعُونَ سَنَةً"
Aku bertanya,
"Wahai Rasulullah, masjid manakah yang mula-mula dibangun di muka bumi?
Nabi Saw. menjawab, "Masjidil Haram" Aku bertanya, "Kemudian
masjid mana lagi?" Nabi Saw. menjawab, "Baitul Maqdis." Aku
bertanya, "Berapa lamakah jarak di antara keduanya? Nabi Saw. menjawab,
"Empat puluh tahun," hingga akhir hadis.
Ibnu Hibban menduga bahwa jarak masa antara Nabi Sulaiman —yang
menurutnya dialah yang membangun Baitul Maqdis, padahal kenyataannya dia hanya
merenovasi dan memperbaharuinya sesudah mengalami banyak kerusakan, lalu dia
menghiasinya dengan berbagai macam hiasan— dengan Nabi Ibrahim adalah empat
puluh tahun. Pendapat ini merupakan salah satu pendapat Ibnu Hibban yang
menjadi bumerang baginya, karena sesungguhnya jarak di antara Nabi Ibrahim dan
Nabi Sulaiman lebih dari ribuan tahun.
Lagi pula sesungguhnya wasiat Ya'qub kepada anak-anaknya akan
disebutkan dalam ayat berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa Ya'qub adalah
termasuk orang yang berwasiat (bukan orang yang menerima wasiat. Dengan kata
lain, bacaan rafa'-lah yang lebih kuat, yaitu Ya'qubu).
Firman Allah Swt.:
{يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلا
تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ}
Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah
telah memilih agama ini bagi kalian, maka janganlah kalian mati kecuali dalam
memeluk agama Islam. (Al-Baqarah: 132)
Artinya,
berbuat baiklah selama kalian hidup, dan berpegang teguhlah kalian kepada agama
ini agar kalian diberi rezeki wafat dengan berpegang teguh padanya; karena
sesungguhnya manusia itu biasanya meninggal dunia dalam keadaan memeluk agama
yang dijalankannya, dan kelak dibangkitkan berdasarkan agama yang ia bawa mati.
Sesungguhnya Allah telah memberlakukan kebiasaan-Nya, bahwa barang siapa yang
mempunyai tujuan baik, maka Dia akan menuntunnya ke arah kebalkan itu dan
memudahkan jalan baginya ke arah kebaikan. Barang siapa yang berniat melakukan
kesalehan, maka Allah akan meneguhkannya dalam kesalehan itu. Hal ini tidaklah
bertentangan dengan sebuah hadis sahih yang mengatakan:
"إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى
مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا بَاعٌ أَوْ ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ
الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلَهَا . وَإِنَّ
الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ
وَبَيْنَهَا إِلَّا بَاعٌ أَوْ ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ،
فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلَهَا"؛
Sesungguhnya
seseorang itu benar-benar mengerjakan amal perbuatan ahli surga, hingga jarak
antara dia dan surga hanya tinggal satu depa lagi atau satu hasta lagi; tetapi
takdir menghendaki yang lain, akhirnya dia melakukan amal perbuatan ahli neraka
dan masuklah ia ke dalam neraka. Dan sesungguhnya seseorang itu benar-benar
mengerjakan amal perbuatan ahli neraka, hingga jarak amara dia dan neraka hanya
tinggal satu depa atau satu hasta lagi; tetapi takdir menghendaki yang lain,
maka akhirnya dia mengamalkan amalan ahli surga dan masuklah ia ke dalam surga.
Dikatakan tidak bertentangan karena di dalam riwayat yang lain dari
hadis ini dijelaskan bahwa amal perbuatan ahli surga itu menurut apa yang
tampak di mata manusia, dan amal ahli neraka tersebut menurut apa yang tampak
di mata manusia. Karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman dalam ayat
lainnya, yaitu:
{فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى* وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى*
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى* وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى* وَكَذَّبَ
بِالْحُسْنَى* فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى}
Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan
bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak
akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil
dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak
Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. (Al-Lail: 5-10)
AYAT 133-134
أَمْ
كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا
تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ
إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ
مُسْلِمُونَ
( 133 ) Adakah kamu hadir
ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada
anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab:
"Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan
Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya".
تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ
وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
( 134 )
Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan
bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan
jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.
Melalui
ayat-ayat ini Allah Swt. membantah orang-orang musyrik Arab dari kalangan
anak-anak Ismail dan orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil (yaitu Ya'qub
ibnu Ishaq ibnu Ibrahim a.s.), bahwa Ya'qub ketika menjelang kematiannya
berwasiat kepada anak-anak-nya agar menyembah kepada Allah semata, tiada sekutu
bagi-Nya. Untuk itu ia berkata seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ
آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ}
"Apa
yang kalian sembah sesudahku?' Mereka menjawab, "Kami akan menyembah
Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq."
(Al-Baqarah: 133)
Penyebutan Nabi Ismail yang dimasukkan ke dalam kategori ayah dari Nabi Ya'qub termasuk ke dalam ungkapan taglib (prioritas), mengingat Nabi Ismail adalah paman Nabi Ya'qub. An-Nahhas mengatakan, orang-orang Arab biasa menyebut paman dengan sebutan ayah.
Penyebutan Nabi Ismail yang dimasukkan ke dalam kategori ayah dari Nabi Ya'qub termasuk ke dalam ungkapan taglib (prioritas), mengingat Nabi Ismail adalah paman Nabi Ya'qub. An-Nahhas mengatakan, orang-orang Arab biasa menyebut paman dengan sebutan ayah.
Demikianlah menurut apa yang dinukil oleh Imam
Qurtubi.
Ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang menjadikan kakek sama
kedudukannya dengan ayah, dan kakek dapat menghalangi hak warisan
saudara-saudara, seperti pendapat yang dikatakan oleh Abu Bakar As-Siddiq.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari darinya melalui
jalur Ibnu Abbas dan Ibnuz Zubair. Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa
pendapat ini tidak diperselisihkan. Siti Aisyah Ummul Mu’minin sependapat
dengan apa yang dikatakan oleh Abu Bakar As-Siddiq ini. Hal yang sama dikatakan
pula oleh Al-Hasan Al-Basri, Tawus, dan Ata. Pendapat inilah yang dianut oleh
mazhab Hanafi dan bukan hanya seorang ulama dari kalangan ulama Salaf dan
Khalaf.
Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad menurut pendapat yang terkenal di kalangan mazhabnya mengatakan bahwa kakek ber-muqasamah (berbagi-bagi warisan) dengan saudara-saudara si mayat. Pendapat ini diriwayatkan dari Umar, Usman, Ali, Ibnu Mas'ud, Zaid ibnu Sabit, dan sejumlah ulama dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf. Pendapat inilah yang dipilih oleh dua murid terkemuka Imam Abu Hanifah, yaitu Abu Yusuf dan Muhammad ibnul Hasan. Penjelasan dari masalah ini akan dikemukakan di lain pembahasan dalam ayat yang menyangkut pembagian warisan.
Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad menurut pendapat yang terkenal di kalangan mazhabnya mengatakan bahwa kakek ber-muqasamah (berbagi-bagi warisan) dengan saudara-saudara si mayat. Pendapat ini diriwayatkan dari Umar, Usman, Ali, Ibnu Mas'ud, Zaid ibnu Sabit, dan sejumlah ulama dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf. Pendapat inilah yang dipilih oleh dua murid terkemuka Imam Abu Hanifah, yaitu Abu Yusuf dan Muhammad ibnul Hasan. Penjelasan dari masalah ini akan dikemukakan di lain pembahasan dalam ayat yang menyangkut pembagian warisan.
Firman Allah
Swt. yang mengatakan, "liahan wahidan," artinya kami mengesakan-Nya
sebagai Tuhan kami, dan kami tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya
di samping Dia.
Firman Allah
Swt. yang mengatakan, "Wanahnu lahu muslimun," artinya kami tunduk
patuh kepada-Nya. Pengertian ini sama dengan apa yang terkandung di dalam
firman Allah Swt.:
{وَلَهُ
أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ
يُرْجَعُونَ وسلم}
Padahal
kepada-Nyalah menyerahkan diri segala apa yang di Langit dan di bumi, baik
dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan. (Ali Imran: 83)
Pada garis besamya
Islam merupakan agama semua para nabi, sekalipun syariatnya bermacam-macam dan
tuntunannya berbeda-beda, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah oleh kamu sekalian akan Akur (Al-Anbiya: 25)
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah oleh kamu sekalian akan Akur (Al-Anbiya: 25)
Ayat-ayat dan
hadis-hadis yang mengutarakan makna ini banyak jumlahnya. Di antara hadis-hadis
tersebut ialah sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
"نَحْنُ
مَعْشَرَ الْأَنْبِيَاءِ أَوْلَادُ عَلات دِينُنَا وَاحِدٌ"
Kami para nabi adalah anak-anak dari
ibu yang berbeda-beda, agama kami satu (sama, yakni Islam).
Firman Allah Swt:
{تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا
كَسَبْتُمْ
Itu adalah umat
yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya, dan bagi kalian apa yang sudah
kalian usahakan. (Al-Baqarah: 134)
Dengan kata lain, sesungguhnya orang-orang terdahulu dari kalangan
kakek moyang kalian yang menjadi nabi-nabi dan orang-orang saleh, tiada
manfaatnya bagi kalian ikatan kalian dengan mereka jika kalian sendiri tidak
mengerjakan kebaikan yang manfaatnya justru kembali kepada kalian. Karena
sesungguhnya bagi mereka amalan mereka, dan bagi kalian amalan kalian sendiri.
Dalam ayat berikutnya disebutkan:
{وَلا
تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Dan kalian
tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan. (Al-Baqarah: 134)
Abul Aliyah,
Ar-Rabi', dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: Itu
adalah umat yang lalu. (Al-Baqarah: 134) Bahwa yang dimaksud adalah Nabi
Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Ishaq, Nabi Ya'qub, dan anak cucunya. Karena itu, di
dalam sebuah asar disebutkan:
مَنْ
أَبْطَأَ به عمله لم يسرع به نسبه
Barang siapa
yang lamban amalnya karena mengandalkan kepada keturunan, maka keturunan (yang
dibangga-banggakannya) itu tidak akan cepat menyusulnya.
Akan tetapi, adakalanya suatu asar dikemukakan sebagai suatu bagian dari makna yang terkandung di dalam hadis marfu', mengingat asar ini diriwayatkan oleh Imam Muslim secara marfu' melalui hadis yang panjang dari Abu Hurairah r.a.
Akan tetapi, adakalanya suatu asar dikemukakan sebagai suatu bagian dari makna yang terkandung di dalam hadis marfu', mengingat asar ini diriwayatkan oleh Imam Muslim secara marfu' melalui hadis yang panjang dari Abu Hurairah r.a.
وَقَالُوا
كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوا قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا
وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
( 135 )
Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama
Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah:
"Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah
dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik".
{بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا}
{بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا}
Katakanlah,
"Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus.” (Al-Baqarah: 135)
Yakni kami tidak mau mengikuti agama Yahudi dan agama Nasrani yang
kalian serukan kepada kami agar kami mengikutinya, melainkan kami hanya
mengikuti agama Nabi Ibrahim yang lurus. Hanifahartinya lurus menurut
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan Ais ibnu Jariyah; tetapi menurut Khasif, dari
Mujahid, artinya ikhlas.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna hanifan ialah hajjan (yang berhaji). Hal yang sama diriwayatkan pula dari Al-Hasan, Ad-Dahhak, Atiyyah, dan As-Saddi. Abul Aliyah mengatakan bahwa al-hanif artinya orang yang menghadap ke arah Baitullah dalam salatnya, dan ia berpendapat bahwa melakukan haji ke Baitullah hanyalah diwajibkan bila orang yang bersangkutan sanggup mengadakan perjalanan kepadanya.
Mujahid dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa hanifan artinya orang yang diikuti tuntunannya.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna hanifan ialah hajjan (yang berhaji). Hal yang sama diriwayatkan pula dari Al-Hasan, Ad-Dahhak, Atiyyah, dan As-Saddi. Abul Aliyah mengatakan bahwa al-hanif artinya orang yang menghadap ke arah Baitullah dalam salatnya, dan ia berpendapat bahwa melakukan haji ke Baitullah hanyalah diwajibkan bila orang yang bersangkutan sanggup mengadakan perjalanan kepadanya.
Mujahid dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa hanifan artinya orang yang diikuti tuntunannya.
Abu Qilabah mengatakan bahwa al-hanif artinya orang yang beriman kepada semua rasul, dari rasul yang pertama hingga rasul yang terakhir.
Qatadah mengatakan, al-hanifiyyah ialah suatu kesaksian
yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah; termasuk ke dalam ajaran
ini ialah haram menikahi ibu, anak perempuan, bibi dari pihak ibu maupun dari pihak
ayah, dan semua hal lainnya yang diharamkan oleh Allah Swt. Termasuk ajaran
agama al-hanif ialah berkhitan.
قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ
إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ
وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ
النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ
مُسْلِمُونَ
( 136 ) Katakanlah
(hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang
diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq,
Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa
yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan
seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".
Melalui ayat ini Allah Swt. memberikan petunjuk kepada
hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk beriman kepada Al-Qur'an secara rinci yang
diturunkan kepada mereka melalui Rasul-Nya (yaitu Nabi Muhammad Saw.) dan
beriman kepada semua kitab yang pernah diturunkan kepada para nabi terdahulu
secara ijmal (globalnya). Dalam ayat ini disebutkan orang-orang yang tertentu
dari kalangan para rasul, sedangkan yang lainnya disebutkan secara global.
Hendaknya mereka tidak membeda-bedakan seorang pun di antara para rasul itu,
bahkan mereka beriman kepada semua rasul. Janganlah mereka seperti orang-orang
yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ
وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا
بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا * أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا}
Dan mereka
bermaksud memperbedakan antara Allah dan rasul-rasul-Nya dengan mengatakan,
"Kami beriman kepada yang sebagian (dari rasul-rasul itu), dan kami kafir
terhadap sebagian (yang lain)," serta bermaksud (dengan perkataan itu)
mengambil jalan (lain) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah
orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. (An-Nisa: 150-151), hingga akhir ayat.
قَالَ
الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ
عُمَر، أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ،
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قال: كان
أهل الكتاب يقرؤون التَّوْرَاةَ بالعبْرَانيَّة وَيُفَسِّرُونَهَا بِالْعَرَبِيَّةِ
لِأَهْلِ الْإِسْلَامِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "لا تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلَا تُكَذبوهم، وَقُولُوا:
آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا"
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Amrah, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnul Mubarak, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu
Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa
orang-orang ahli kitab acapkali membacakan kitab Taurat dengan bahasa Ibrani,
lalu mereka menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab kepada orang-orang Islam.
Maka Rasulullah Saw. bersabda: Janganlah kalian percaya kepada ahli kitab,
jangan pula kalian mendustakannya, melainkan katakanlah, "Kami beriman
kepada Allah dan kepada kitab yang diturunkan Allah."
Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai meriwayatkan melalui
hadis Usman ibnu Hakim, dari Sa'id ibnu Yasar, dari Ibnu Abbas yang
menceritakan bahwa kebanyakan bacaan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dalam
dua rakaat sebelum salat Subuh ialah firman-Nya: Kami beriman kepada Allah
dan apa yang diturunkan kepada kami. (Al-Baqarah: 136), hingga akhir ayat.
Sedangkan dalam rakaat yang keduanya adalah firman-Nya: Kami beriman
kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
menyerahkan diri (kepada Allah). (Ali Imran: 52)
Abul Aliyah, Ar-Rabi', dan Qatadah mengatakan bahwa Asbat adalah anak-anak Nabi Ya'qub, semuanya berjumlah dua belas orang; masing-masing orang menurunkan suatu umat, maka mereka dinamakan Asbat.
Abul Aliyah, Ar-Rabi', dan Qatadah mengatakan bahwa Asbat adalah anak-anak Nabi Ya'qub, semuanya berjumlah dua belas orang; masing-masing orang menurunkan suatu umat, maka mereka dinamakan Asbat.
Khalil ibnu Ahmad dan lain-lainnya mengatakan bahwa Asbat menurut
istilah orang-orang Bani Israil sama halnya dengan istilah kabilah menurut
kalangan Bani Ismail (orang-orang Arab).
Az-Zamakhsyari
di dalam tafsir Kasysyaf-nya mengatakan bahwa Asbat adalah cucu-cucu Nabi
Ya'qub alias keturunan dari anak-anaknya yang dua belas orang. Ar-Razi menukil
pendapat ini darinya, dan ia tidak menyangkalnya.
Imam Bukhari
mengatakan bahwa Asbat adalah kabilah-kabilah Bani Israil. Hal ini menunjukkan
bahwa yang dimaksud dengan Asbat adalah suku-suku Bani Israil. Yang dimaksud
dengan apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari kalangan mereka ialah
kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada mereka, seperti yang dikatakan oleh
Musa a.s. kepada mereka (Bani Israil) melalui firman-Nya:
{اذْكُرُوا
نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ
مُلُوكًا وَآتَاكُمْ مَا لَمْ يُؤْتِ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ}
Ingatlah kalian
nikmat Allah atas kalian ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kalian, dan
dijadikan-Nya kalian orang-orang merdeka. (Al-Maidah:
20), hingga akhir ayat.
Allah Swt. telah berfirman:
Allah Swt. telah berfirman:
{وَقَطَّعْنَاهُمُ
اثْنَتَيْ عَشْرَةَ أَسْبَاطًا أُمَمًا}
Dan mereka Kami
bagi menjadi dua belas suku. (Al-A'raf:
160)
Al-Qurtubi mengatakan, mereka dinamakan Asbat yang diambil dari kata sibt artinya berturut-turut (bertumpuk-tumpuk), maka mereka merupakan sebuah jamaah yang besar.
Menurut pendapat yang lain, bentuk asalnya adalah sabat yang artinya pohon. Karena jumlah mereka yang banyak, maka keadaan mereka diserupakan dengan pohon (yang banyak cabangnya); bentuk tunggalnya adalah sabatah.
Al-Qurtubi mengatakan, mereka dinamakan Asbat yang diambil dari kata sibt artinya berturut-turut (bertumpuk-tumpuk), maka mereka merupakan sebuah jamaah yang besar.
Menurut pendapat yang lain, bentuk asalnya adalah sabat yang artinya pohon. Karena jumlah mereka yang banyak, maka keadaan mereka diserupakan dengan pohon (yang banyak cabangnya); bentuk tunggalnya adalah sabatah.
Az-Zujaj mengatakan, pengertian tersebut dijelaskan oleh sebuah
asar yang diceritakan kepada kami oleh Muhammad ibnu Ja'far Al-Anbari, telah
menceritakan kepada kami Abu Najid Ad-Daqqaq, telah menceritakan kepada kami
Al-Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa seluruh nabi dari kalangan Bani
Israil kecuali sepuluh orang nabi, yaitu Idris, Nuh, Hud, Saleh, Syu'aib,
Ibrahim, Ishaq, Ya'qub, Ismail, dan Muhammad; semoga salawat dan salam Allah
terlimpahkan kepada mereka semua.
Al-Qurtubi mengatakan, as-sibt artinya jamaah dan kabilah
yang berasal dari satu keturunan.
Qatadah mengatakan, Allah memerintahkan kaum mukmin untuk beriman
kepada-Nya dan membenarkan kitab-kitab-Nya serta seluruh rasul-Nya.
Sulaiman ibnu Habib mengatakan, sesungguhnya kita hanya
di-perintahkan beriman kepada kitab Taurat dan kitab Injil, tetapi tidak
diperintahkan untuk mengamalkan apa yang ada di dalamnya.
Ibnu Abu Hatim
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muhammad ibnu Mus'ab
As-Suwari, telah menceritakan kepada kami Muammal, telah menceritakan kepada
kami Ubaidillah ibnu Abu Humaid, dari Abul Malih, dari Ma'qal ibnu Yasar yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Imanlah kepada Taurat,
Zabur, dan Injil; dan amalkanlah Al-Qur'an oleh kalian.
AYAT 137-138
فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ
مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي
شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيم
( 137 ) Maka
jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh
mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka
berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari
mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
صِبْغَةَ اللَّهِ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ
اللَّهِ صِبْغَةً وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ
( 138 )
Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada
Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah.
Allah Swt. berfirman, "Maka jika mereka beriman," yakni
orang-orang kafir dan ahli kitab serta lain-lainnya mau beriman, "kepada
apa yang kalian telah beriman kepadanya," hai orang-orang mukmin, yakni
mereka beriman kepada semua kitab dan rasul Allah, serta tidak membedakan
seorang pun di antara mereka, "sungguh mereka telah mendapat petunjuk,"
yakni mereka telah menempuh jalan yang hak dan mendapat bimbingan ke arahnya.
Allah Swt. berfirman, "Dan jika mereka berpaling," yakni
dari jalan yang benar dan menempuh jalan yang batil, sesudahnya hujah
mematahkan alasan mereka, "sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan
(dengan kamu), maka Allah akan memelihara kamu dari mereka," yakni Allah
akan menolongmu dalam menghadapi mereka dan Dia akan memberikan kemenangan
kepada kalian atas mereka, "Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui."
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Yunus ibnu Abdul A’la telah
membacakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah
menceritakan kepada kami Ziad ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Nafi'
ibnu Abu Na' im yang menceritakan bahwa mushaf Usman ibnu Affan dikirimkan
kepada sebagian khulafa untuk dikoreksi. Ziad melanjutkan kisahnya, "Maka
aku bertanya kepadanya (Nafi' ibnu Abu Na'im), 'Sesungguhnya orang-orang
mengatakan bahwa mushaf (kopi asli Usman ibnu Affan) berada di atas pangkuannya
ketika ia dibunuh, lalu darahnya menetesi mushaf yang ada tulisan
firman-Nya: Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 137)
Nafi' mengatakan, "Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri
darah itu ada yang menetes pada ayat ini, tetapi agak pudar karena berlalunya
masa."
Firman Allah
Swt., "Sibgah Allah." Menurut Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, yang
dimaksud dengan sibgah ialah agama Allah. Hal yang semakna telah
diriwayatkan pula dari Mujahid, Abul Aliyah, Ikrimah, Ibrahim, Al-Hasan,
Qatadah, Ad-Dahhak, Abdullah ibnu Kasir, Atiyyah Al-Aufi, Ar-Rabi' ibnu Anas,
dan As-Saddi.
Lafaz sibgah dibaca nasab, yakni sibgatallahi, adakalanya karena sebagai igra' (anjuran), seperti pengertian yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:
{فِطْرَتَ اللَّهِ}
(tetaplah
atas) fitrah Allah. (Ar-Rum: 30)
Dengan
demikian, berarti makna sibgatallahi ialah tetaplah kalian pada
sibgah (agama) Allah itu.
Ulama yang lain mengatakan bahwa lafaz sibgah dibaca
nasab karena berkedudukan sebagai badal dari firman-Nya: (kami
mengikuti) agama Ibrahim. (Al-Baqarah: 135)
Menurut Imam Sibawaih, lafaz sibgah dibaca nasab karena
menjadi masdar mu'akkid dari fi'il yang terkandung di dalam
firman-Nya: Kami beriman kepada Allah. (Al-Baqarah: 136); Perihalnya sama
dengan firman-Nya: Allah telah membuat suatu janji. (An-Nisa: 122)
Telah disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu
Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih melalui riwayat Asy'as ibnu Ishaq, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ
بَنِي إِسْرَائِيلَ قَالُوا: يَا مُوسَى، هَلْ يَصْبُغ رَبُّكَ؟ فَقَالَ: اتَّقُوا
اللَّهَ. فَنَادَاهُ رَبُّهُ: يَا مُوسَى، سَأَلُوكَ هَلْ يَصْبُغ رَبُّكَ؟
فَقُلْ: نَعَمْ، أَنَا أصبُغ الْأَلْوَانَ: الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ
وَالْأَسْوَدَ، وَالْأَلْوَانُ كُلُّهَا مِنْ صَبْغي"
Sesungguhnya
orang-orang Bani Israil pernah bertanya, "Wahai utusan Allah, apakah
Tuhanmu melakukan celupan?" Musa a.s. menjawab, "Jangan kalian
sembarangan, bertakwalah kepada Allah! Maka Tuhannya menyerunya, "Hai
Musa, apakah mereka menanyakan kepadamu bahwa benarkah Tuhanmu melakukan
celupan? Katakanlah, Benar, Aku mencelup berbagai warna, ada yang merah, ada
yang putih, dan ada yang hitam, semuanya adalah hasil celupan-Ku." Allah
Swt menurunkan kepada Nabi-Nya ayat berikut, yaitu firman-Nya: Sibgah
Allah. Dan siapakah yang lebih baik sibgah-nya daripada Allah! (Al-Baqarah: 138)
Demikianlah
menurut apa yang disebutkan di dalam riwayat Ibnu Murdawaih secara marfu’,
sedangkan sanad ini menurut riwayat Ibnu Abu Hatim berpredikat mauquf, tetapi
sanad Ibnu Abu Hatim lebih dekat kepada predikat marfu' jika sanadnya sahih.
AYAT 139-141
قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ
رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ
مُخْلِصُونَ
( 139 ) Katakanlah:
"Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah
Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan
hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati,
أَمْ
تَقُولُونَ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ
وَالْأَسْبَاطَ كَانُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ
اللَّهُ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللَّهِ وَمَا
اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
( 140 ) ataukah
kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma'il,
Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau
Nasrani?" Katakanlah: "Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah,
dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari
Allah yang ada padanya?" Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang
kamu kerjakan.
تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ
وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
( 141 )
Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang diusahakannya
dan bagimu apa yang kamu usahakan; dan kamu tidak akan diminta pertanggungan
jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.
Melalui ayat
ini Allah Swt. memberikan petunjuk kepada Nabi-Nya bagaimana cara menangkis
hujah orang-orang musyrik. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ}
Katakanlah,
"Apakah kalian memperdebatkan dengan kami tentang Allah!" (Al-Baqarah: 139)
Maksudnya, apakah kalian memperdebatkan dengan kami tentang mengesakan Allah, ikhlas kepada-Nya, taat dan mengikuti semua perintah-Nya serta meninggalkan larangan-larangan-Nya?
Maksudnya, apakah kalian memperdebatkan dengan kami tentang mengesakan Allah, ikhlas kepada-Nya, taat dan mengikuti semua perintah-Nya serta meninggalkan larangan-larangan-Nya?
{وَهُوَ
رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ}
padahal Dia
adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian. (Al-Baqarah:
139)
Yakni Dialah
yang mengatur kami dan juga kalian, Dia pula yang berhak di sembah secara
ikhlas sebagai Tuhan yang tiada sekutu bagi-Nya.
{وَلَنَا
أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ}
Bagi kami
amalan kami dan bagi kalian amalan kalian.
(Al-Baqarah: 139)
Dengan kata lain, kami berlepas diri dari kalian dan apa yang kalian sembah, dan kalian berlepas diri dari kami. Makna ayat ini sama dengan apa yang terdapat di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
Dengan kata lain, kami berlepas diri dari kalian dan apa yang kalian sembah, dan kalian berlepas diri dari kami. Makna ayat ini sama dengan apa yang terdapat di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَإِنْ
كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا
أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ}
Jika mereka
mendustakan kamu, maka katakanlah, "Bagiku pekerjaanku, dan bagi kalian
pekerjaan kalian. Kalian berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan, dan aku
pun berlepas diri terhadap apa yang kalian kerjakan." (Yunus: 41)
{فَإِنْ
حَاجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ}
Kemudian jika
mereka mendebat kamu, maka katakanlah, "Aku menyerahkan diriku kepada
Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku." (Ali Imran: 20), hingga akhir ayat.
Allah Swt.
menceritakan apa yang dialami oleh Nabi Ibrahim a.s. melalui firman-Nya:
{وَحَاجَّهُ
قَوْمُهُ قَالَ أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ}
Dan dia
dibantah oleh kaumnya. Dia berkata, "Apakah kalian hendak membantahku
tentang Allah! (Al-An'am: 80), hingga akhir
ayat.
Allah Swt.
telah berfirman pula:
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ}
Apakah kamu
tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah).
(Al-Baqarah: 258), hingga akhir ayat.
Di dalam ayat
berikut ini Allah Swt berfirman:
{ [وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ] وَنَحْنُ لَهُ
مُخْلِصُونَ}
Bagi kami
amalan kami, dan bagi kalian amalan kalian, dan hanya kepada-Nya kami
mengikhlaskan hati. (Al-Baqarah: 139)
Yakni ikhlas
dalam ibadah dan menghadap kepada-Nya.
Kemudian Allah
Swt. membantah dakwaan mereka yang mengakui bahwa Nabi Ibrahim dan nabi-nabi
serta asbat yang disebutkan sesudahnya berada dalam agama mereka, yakni
adakalanya agama Yahudi atau agama Nasrani. Karena itulah disebutkan di dalam
firman selanjutnya:
{قُلْ
أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ}
Katakanlah,
"Apakah kalian yang lebih mengetahui ataukah Allah! (Al-Baqarah: 140)
Dengan kata lain, bahkan Allahlah yang lebih mengetahui. Sesungguhnya Allah Swt. telah memberitahukan bahwa mereka bukanlah Yahudi, bukan pula Nasrani. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
Dengan kata lain, bahkan Allahlah yang lebih mengetahui. Sesungguhnya Allah Swt. telah memberitahukan bahwa mereka bukanlah Yahudi, bukan pula Nasrani. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ
كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Ibrahim bukan
seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang
lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia dari
golongan orang-orang musyrik. (Ali Imran:
67), dan ayat yang sesudahnya.
Firman Allah
Swt:
{وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللَّهِ}
Dan siapakah
yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang
ada padanya. (Al-Baqarah: 140)
Al-Hasan
Al-Basri mengatakan bahwa mereka (orang-orang ahli kitab) selalu membaca
Kitabullah yang diturunkan kepada mereka, bahwa sesungguhnya agama yang diakui
oleh Allah adalah agama Islam, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah;
dan Ibrahim, Ismail, Ishaq dan Ya'qub serta asbat, mereka semua berlepas diri
dari Yahudi dan Nasrani. Lalu mereka mempersaksikan hal tersebut kepada Allah
dan mengakuinya kepada Allah atas diri mereka sendiri, tetapi mereka
menyembunyikan kesaksian Allah yang ada pada mereka menyangkut masalah
ini.
Firman Allah
Swt:
{وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ}
Dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan. (Al-Baqarah: 140)
Hal ini merupakan peringatan dan ancaman keras, yakni ilmu Allah meliputi semua amal perbuatan kalian dan kelak Dia akan membalas-kannya terhadap kalian.
Hal ini merupakan peringatan dan ancaman keras, yakni ilmu Allah meliputi semua amal perbuatan kalian dan kelak Dia akan membalas-kannya terhadap kalian.
Firman Allah
Swt.:
وَلا
تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ
{تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ
Itu adalah umat
yang telah lalu; baginya apa yang diusahakannya, dan bagi kalian apa yang
kalian usahakan; dan kalian tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa
yang telah mereka kerjakan.(Al-Baqarah:
141)
Khalat, telah lalu.Laha ma kasabat, walakum ma kasabtum,
bagi mereka amal mereka dan bagi kalian amal kalian.
Wata tus-aluna 'amma kanu ya' maluna, tiada gunanya bagi kalian (ahli kitab) nasab kalian yang berkaitan dengan mereka bila kalian tidak mengikuti jejak mereka. Janganlah kalian teperdaya (terlena) hanya karena kalian mempunyai kaitan nasab dengan mereka, sebelum kalian mengikuti jejak mereka dalam menaati perintah-perintah Allah dan mengikuti rasul-rasul yang diutus sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Karena sesungguhnya orang yang ingkar kepada seorang nabi berarti ia ingkar terhadap seluruh rasul. Terlebih lagi jika ingkar kepada penghulu para nabi dan penutup para rasul, yaitu utusan Tuhan semesta alam kepada semua makhluk manusia dan jin dari kalangan kaum mukallaf.
Wata tus-aluna 'amma kanu ya' maluna, tiada gunanya bagi kalian (ahli kitab) nasab kalian yang berkaitan dengan mereka bila kalian tidak mengikuti jejak mereka. Janganlah kalian teperdaya (terlena) hanya karena kalian mempunyai kaitan nasab dengan mereka, sebelum kalian mengikuti jejak mereka dalam menaati perintah-perintah Allah dan mengikuti rasul-rasul yang diutus sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Karena sesungguhnya orang yang ingkar kepada seorang nabi berarti ia ingkar terhadap seluruh rasul. Terlebih lagi jika ingkar kepada penghulu para nabi dan penutup para rasul, yaitu utusan Tuhan semesta alam kepada semua makhluk manusia dan jin dari kalangan kaum mukallaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar