Ayat dan Terjemah
لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا إِذَا مَا اتَّقَوْا وَآمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ ثُمَّ اتَّقَوْا وَآمَنُوا ثُمَّ اتَّقَوْا وَأَحْسَنُوا
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Tidak
ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena
memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta
beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap
bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat
kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. al-Maidah [5]: 93).
Asbabun Nuzul
Shahih Bukhori
حَدَّثَنَا
أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ الْخَمْرَ الَّتِي أُهْرِيقَتْ الْفَضِيخُ وَزَادَنِي
مُحَمَّدٌ الْبِيكَنْدِيُّ عَنْ أَبِي النُّعْمَانِ قَالَ
كُنْتُ
سَاقِيَ الْقَوْمِ فِي مَنْزِلِ أَبِي طَلْحَةَ فَنَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ
فَأَمَرَ مُنَادِيًا فَنَادَى فَقَالَ أَبُو طَلْحَةَ اخْرُجْ فَانْظُرْ مَا هَذَا
الصَّوْتُ قَالَ فَخَرَجْتُ فَقُلْتُ هَذَا مُنَادٍ يُنَادِي أَلَا إِنَّ
الْخَمْرَ قَدْ حُرِّمَتْ فَقَالَ لِي اذْهَبْ فَأَهْرِقْهَا قَالَ فَجَرَتْ فِي
سِكَكِ الْمَدِينَةِ قَالَ وَكَانَتْ خَمْرُهُمْ يَوْمَئِذٍ الْفَضِيخَ فَقَالَ
بَعْضُ الْقَوْمِ قُتِلَ قَوْمٌ وَهْيَ فِي بُطُونِهِمْ قَالَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ
{
لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا
}[1]
“Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'man
Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid Telah menceritakan kepada kami
Tsabit dari Anas ra. bahwa Khamr adalah yang dihasilkan dengan membakar buah
kurma. Muhammad al-Bikandi menambahkan dari Abu Nu'man dia berkata; Aku adalah
orang yang member minum di rumah Abu Thalhah. Lalu turunlah ayat yang
mengharamkan Khamr, kemudian disuruhlah seseorang mengumumkannya. Abu Thalhah
berkata; keluarlah dan dengarkanlah suara itu. Abu Nu'man berkata; Aku pun
keluar lalu ku katakana; 'Orang itu menyerukan bahwa Khamr telah diharamkan.
Abu Thalhah berkata kepadaku; pergilah dan bakarlah khamrnya. Anas berkata;
Maka kabar ini menyebar hingga ke gang-gang Madinah. Anas bin Malik ra.
berkata; arak mereka pada waktu itu adalah terbuat dari fadlikh (minuman yang
terbuat dari busr), busr (kurma yang masih muda). Sebagian kaum berkata;
sebagian kaum telah telah meninggal sedang arak telah telanjur masuk perut
mereka. Anas bin Malik ra. berkata; maka Allah menurunkan "Tidak ada dosa bagi
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan
makanan yang telah mereka makan dahulu...” (QS. al-Maidah [5]: 93).
Shahih Muslim
3 - (1980) حَدَّثَنِي أَبُو الرَّبِيعِ
سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْعَتَكِيُّ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ يَعْنِي ابْنَ
زَيْدٍ، أَخْبَرَنَا ثَابِتٌ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: كُنْتُ سَاقِيَ
الْقَوْمِ يَوْمَ حُرِّمَتِ الْخَمْرُ فِي بَيْتِ أَبِي طَلْحَةَ، وَمَا
شَرَابُهُمْ إِلَّا الْفَضِيخُ: الْبُسْرُ وَالتَّمْرُ، فَإِذَا مُنَادٍ يُنَادِي،
فَقَالَ: اخْرُجْ فَانْظُرْ، فَخَرَجْتُ، فَإِذَا مُنَادٍ يُنَادِي: «أَلَا إِنَّ
الْخَمْرَ قَدْ حُرِّمَتْ»، قَالَ: فَجَرَتْ فِي سِكَكِ الْمَدِينَةِ، فَقَالَ لِي
أَبُو طَلْحَةَ: اخْرُجْ فَاهْرِقْهَا، فَهَرَقْتُهَا، فَقَالُوا - أَوْ قَالَ
بَعْضُهُمْ: - قُتِلَ فُلَانٌ، قُتِلَ فُلَانٌ، وَهِيَ فِي بُطُونِهِمْ، - قَالَ:
فَلَا أَدْرِي هُوَ مِنْ حَدِيثِ أَنَسٍ -، فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ:
{لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا
طَعِمُوا إِذَا مَا اتَّقَوْا وَآمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ} [المائدة: 93][2]
“Telah
menceritakan kepadaku Abu ar-Rabi' Sulaiman bin Daud al-'Ataki telah
menceritakan kepada kami Hammad -yaitu Ibnu Zaid- telah mengabarkan kepada kami
Tsabit dari Anas bin Malik dia berkata, "Saya pernah menuangkan khamer
kepada sekelompok kaum di rumah Abu Thalhah ketika khamer diharamkan, dan saat
itu mereka tidak minum kecuali dari Fadlih (minuman keras yang terbuat dari
perasan kurma), kurma muda dan kurma masak. Tiba-tiba ada seseorang yang
berseru, lantas Abu Thalhah berkata, "Keluarlah dan lihatlah apa yang
terjadi." Ternyata seseorang berseru, katanya, "Tidakkah khamer telah
diharamkan." Anas berkata, "Kemudian berita itu tersebar ke seluruh
Kota Madinah, lantas Abu Thalhah berkata kepadaku, "Keluar dan
baunglah." Maka saya langsung menumpahkannya. Saat itu orang-orang
berkata, atau sebagian dari mereka berkata, "Seseorang telah meninggal,
sedangkan khamer tersebut masih dalam perut mereka." -Tsabit berkata;
"Namun saya tidak mengetahui apakah itu termasuk dari hadits Anas- Maka
Allah berfirman: '(Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amalan shalih karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila
mereka bertakwa dan beriman serta beramal shalih …)” (QS. al-Maidah [5]: 93).
Munasabah Ayat
Ada orang-orang yang bertanya,
"Wahai Rasulullah! Bagaimana dengan orang-orang yang telah gugur di jalan
Allah sedangkan mereka mati dalam keadaan melakukan suatu hal yang melampaui
batas dengan meminum khamar dan memakan dari hasil berjudi padahal Allah telah
menjadikan kedua perbuatan tersebut dosa termasuk dari perbuatan setan."
Kemudian Allah swt. menurunkan ayat, "Tidak ada dosa bagi orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang
telah mereka makan dahulu..." (QS. al-Maidah [5]: 93). Kemudian ada
orang-orang dari kalangan mutakallifin (orang-orang yang memaksakan dirinya)
mengatakan, "Khamar itu adalah keji sedang ia berada di dalam perut si fulan
yang telah gugur pada perang Uhud," kemudian Allah swt. menurunkan ayat, "Tidak
ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh..."
(QS. al-Maidah [5]: 93).
Sejarah pengharaman khamar sehingga
sampai kepada surah al-Maidah: 93.
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis
dari sahabat Abu Hurairah ra. ia mengatakan, "Tatkala Rasulullah saw.
sampai di Madinah, para penduduknya terbiasa minuman khamar dan permainan judi.
Kemudian mereka menanyakan tentang kedua perbuatan itu kepada beliau. Setelah
itu turunlah ayat,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ
'Mereka bertanya kepadamu tentang
khamar dan judi...'
(QS. al-Baqarah [2]: 219). Akan tetapi orang-orang mengatakan, 'Allah tidak
mengharamkannya, akan tetapi Ia mengatakan bahwa perbuatan itu hanyalah dosa
yang besar saja. Mereka masih tetap meminum khamar, sehingga pada suatu hari
seorang dari sahabat Muhajirin melakukan salat Magrib sebagai imam dari
teman-temannya, akan tetapi bacaan Alquran salah karena mabuk.
Setelah peristiwa itu Allah menurunkan ayat
pengharaman khamar yang lebih berat dari semula, yaitu firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ
وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ
“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah
kamu mendekati salat sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti
apa yang kamu ucapkan...” (QS. an-Nisa’ [4]: 43).
Kemudian turun pula ayat pengharaman khamer
yang jauh lebih keras dari sebelumnya, yaitu firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ
عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi...”
sampai dengan firman-Nya,”...maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu)...' (QS. al-Maidah [5]: 90-91).
Baru setelah turunnya ayat ini
mereka mengatakan, 'Wahai Tuhan kami! Sekarang kami telah berhenti.'" Ada
orang-orang yang bertanya, "Wahai Rasulullah! Bagaimana dengan orang-orang
yang telah gugur di jalan Allah sedangkan mereka mati dalam keadaan melakukan
suatu hal yang melampaui batas dengan meminum khamar dan memakan dari hasil
berjudi padahal Allah telah menjadikan kedua perbuatan tersebut doas termasuk
dari perbuatan setan." Kemudian Allah swt. menurunkan ayat,
لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا إِذَا مَا اتَّقَوْا وَآمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ ثُمَّ اتَّقَوْا وَآمَنُوا ثُمَّ اتَّقَوْا وَأَحْسَنُوا
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
"Tidak ada dosa bagi orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah
mereka makan dahulu..."
(QS. al-Maidah [5]: 93).
Kemudian ada orang-orang dari
kalangan mutakallifin (orang-orang yang memaksakan dirinya) mengatakan,
"Khamar itu adalah keji sedang ia berada di dalam perut si fulan yang
telah gugur pada perang Uhud," kemudian Allah swt. menurunkan ayat, "Tidak
ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh..." [3]
Terjadi statu peristiwa, bahwa
setelah ayat ini (al-Maidah : 90-92) Turun dengan menyebut diharamkannya
khamar dan di sifatinya sebagai kotoran, dari perbuatan setan, munculah dua
suara di kalangan umat islam dengan redaksi kalimat yang sama tapi
motivasi tujuannya beda. Sebagian sahabat merasa sedih dan berkata, “Bagaimana
dengan teman-teman kami yang sudah meninggal dunia sedangkan mereka pada waktu
hidupnya sudah minum khamar?”
Sebagian orang yang hendak yang
hendak menimbulkan keraguan dan kebingungan juga mengucapkan perkataan yang
seperti itu atau hampir sama dengan itu, dengan maksud untuk menimbulkan di dalam
jiwanya rasa kurang percaya terhadap sebab-sebab pesyariatan ini. Atau, untuk
menimbulkan perasaan telah hilangnya iman orang yang telah meninggal dunia
sebelum di haramkannya khamar itu. Sedangkan, khamar itu kotor dari perbuatan
setan, dan ia berada di dalam perut mereka. Nah, pada waktu itu turunlah ayat
ini.
Ayat ini turun untuk menetapkan
beberapa hal:
Pertama, apa yang belum di haramkan
pada waktu itu tidaklah haram, dan keharaman sesuatu itu baru terjadi
setelah ada nash yang mengharamkannya, bukan sebelumnya, serta keharaman ini
tidak berlaku surut. Maka, tidak ada hukuman kecuali dengan adanya ketetapan
nash, baik di dunia maupun di akhirat, karena nash itulah yang menciptakan
hukum.
Kedua, Orang-orang yang sudah meninggal
dunia sedang di dalam perutnya terdapat khamar, padahal waktu itu khamar belum
diharamkan, maka mereka tidak menanggung dosa. Karena, tidak mengonsumsi
sesuatu yang di haramkan dan tidak melakukan pelanggaran. Mereka waktu itu selalu
takut kepada Allah swt. dan menyadari bahwa Allah selalu melihat niat dan
perbuatan mereka. Orang yang demikian keadaannya sudah tentu tidak mau
mengonsumsi sesuatu yang haram dan melakukan pelanggaran.
Tafsir (QS. al-Maidah [5]: 93).
Setelah menjelaskan keharaman
khamr, timbul pertanyaan di kalangan kaum muslimin tentang mereka yang telah
meninggal dunia tetapi ketika hidupnya mereka pernah meminum khamr, padahal
ketika itu khamr belum diharamkan. Demikian diriwayatkan dalam kitab-kitab
shahih antara lain melalui Anas Ibn Mâlik, Ibn ‘Abbâs, dan lain-lain.
Dengan sangat serasi, ayat di atas
berhubungan dengan ayat yang lalu sekaligus menjawab pertanyaan yang muncul
dengan menegaskan bahwa:
Tidak ada dosa bagi orang-orang
yang beriman dengan iman yang benar dan mengerjakan amal saleh, yakni yang
bermanfaat dan sesuai dengan nilai-nilai Ilahi, tidak ada dosa bagi mereka menyangkut
apa yang telah mereka makan dan minum dari makanan dan minuman yang terlarang
sebelum turunnya larangan apabila mereka bertakwa dan beriman serta mengerjakan
amal-amal saleh, kemudian walau berlalu masa yang panjang mereka tetap bertakwa
dan beriman, kemudian mereka tetap juga bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan
Allah menyukai al-Muhsinîn, yakni orang-orang yang mantap upayanya
berbuat kebajikan atau membudaya dalam tingkah lakunya kebajikan.
Tanpa mengetahui Sabab Nuzûl-nya,
ayat ini telah disalahpahami oleh mereka yang hanya memandang kepada
redaksinya. Ini karena redaksinya seakan-akan menoleransi makanan dan minuman
terlarang selama yang meminumnya tetap beriman dan bertakwa, padahal bukan
makna tersebut yang dimaksud. Ayat ini merupakan salah satu contoh yang
menunjukkan betapa pentingnya pengetahuan tentang Sabab Nuzûl ayat.
Sementara ulama tidak menghubungkan ayat ini
dengan larangan minum khamr, boleh jadi karena mereka tidak mengetahui atau
mengabaikan Sabab Nuzûl-nya. Mereka menghubungkan ayat ini dengan ayat yang
berbicara tentang larangan mengharamkan yang halal dan lezat dari aneka makanan
yang dihalalkan Allah (baca kembali ayat 86), yakni bahwa larangan itu tidak
berlaku terhadap mereka yang beriman dan beramal saleh serta bertakwa dan
berbuat kebajikan. Tetapi, pendapat ini, di samping tidak sejalan dengan Sabab
Nuzûl-nya ayat, juga tidak didukung oleh redaksi yang berbicara tentang tidak
adanya dosa menyangkut apa yang telah dimakan—bukan tidak adanya dosa bagi apa
yang tidak dimakan atau ditinggalkan dari makanan yang halal. Bukankah, seperti
terbaca di atas, ayat ini menggunakan redaksi (طعموا)
dalam bentuk kata kerja masa lampau yakni telah memakan?
Kata (طعموا)
telah memakan berarti merasakan atau menikmati sehingga kata ini mencakup juga
minuman. Surah al-Baqarah [2]: 149 mengisyaratkan hal ini dengan firman-Nya
yang menggunakan kata (يطعم) untuk minum dari air
sungai. Memang, bisa saja makan dan minum disebut berbarengan, tetapi tidak
selalu demikian. Di sisi lain, jika Anda mengajak makan, secara otomatis Anda
mengajak juga minum, tetapi tidak sebaliknya. [4]
Dengan penggunaan bentuk kata kerja
masa lampau untuk kata telah makan, sekali lagi, tertampik pandangan segelintir
orang yang mengatakan bahwa khamr dapat ditoleransi meminumnya selama yang
bersangkutan tetap beriman dan beramal saleh. Pengulangan kata bertakwa dan
beriman dapat dipahami dalam arti penekanan serta perbedaan objek takwa dan
iman. Seperti terbaca di atas, kata takwa yang pertama disusul dengan iman dan
amal saleh; yang kedua, takwa dengan iman saja; dan yang ketiga, adalah takwa
dengan ihsân. Ath-Thabari memahami
takwa dan iman yang pertama dalam arti menerima tuntunan Ilahi, membenarkan
dengan tulus, serta mengamalkan dengan penuh kesungguhan. Sedang yang kedua
adalah upaya mempertahankan keimanan dan ketakwaan pertama itu, serta mengasah
dan mengasuhnya; sedang yang ketiga adalah meningkatkannya dengan berbuat ihsân
dan amalan-amalan sunnah.
Thabâthabâ’i menilai bahwa iman
demi iman dalam ayat ini tidak lain kecuali perincian iman menyangkut segala
ketetapan yang ditetapkan Rasul saw. dari Tuhannya, keimanan yang menjadikan
pemiliknya tidak menolak ketetapan atau enggan melaksanakannya. Ini pada
akhirnya, bermakna tunduk kepada Rasul menyangkut segala yang beliau
perintahkan dan larang. Dapat juga kata-kata iman, amal saleh, dan takwa yang
dimaksud adalah tahap-tahap iman sehingga pengulangannya mengisyaratkan adanya
peningkatan iman dan takwa yang bersinambung. Iman dan takwa yang pertama pada
tingkat tertentu, yang kedua pada tahap yang lebih tinggi dan yang terakhir
adalah tahap tertinggi. Karena itu, ia diakhiri dengan kata (احسنوا) sambil menekankan bahwa Allah menyukai al-Muhsinîn.
Seperti telah sering dikemukakan, tingkat al-Muhsinîn adalah tingkat yang
tertinggi. Lihat kembali uraian ayat 85 surah ini. Peningkatan dimaksud
diisyaratkan juga oleh kata kemudian yang di sini berarti jarak menyangkut
tingkat dan kedudukan.
Kesimpulan
Orang-orang yang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya serta beramal saleh tidaklah berdosa karena memakan makanan
yang baik dan halal. Juga tiada dosa bagi mereka yang memakan makanan haram di
masa lalu sebelum diketahui pengharamannya, selagi mereka takut kepada Allah
dan menjauhinya setelah mengetahui pengharamannya, kemudian selalu takut kepada
Allah dan membenarkan hukum-hukum yang disyariatkan, tetap dalam ketakutan
kepada Allah disetiap masa, tulus ikhlas dalam perbuatan dan melaksanakannya
dengan sempurna. Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang ikhlas
dalam perbuatannya sesuai dengan tingkat keikhlasan dan perbuatan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Mudjab Mahali, A . 2002.
Asbabun Nuzul, Study Pendalaman Surat Al-Baqoroh-An-Nas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah. Kitab
Minuman, Bab Haramnya Kahamer dan Penjelasan Minuman tersebut dari Perasan
Anggur, Hadits No. 1980, Versi al-Alamiyah No. 3662.
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah.
Kitab Tafsir Al-Qur’an, Bab Surat Al-Maidah ayat 93. Hadits No. 4254, Versi
Fathul Bari No. 4620.
Shihab,
M. Quraish. 2001. Tafsir Al-Mishbah, Cetakan 1. Ciputat: Lentera Hati.
[1]
Play store, Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, Kitab Tafsir Al-Qur’an, Bab
Surat Al-Maidah ayat 93, Hadits No. 4254, Versi Fathul Bari No. 4620.
[2]
Play store, Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, Kitab Minuman, Bab Haramnya
Kahamer dan Penjelasan Minuman tersebut dari Perasan Anggur, Hadits No.
1980, Versi al-Alamiyah No. 3662.
[3]
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul, Study Pendalaman Surat Al-Baqoroh-An-Nas,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Hal. 343.
[4]M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,
cetakan 1, (Ciputat: Lentera Hati, 2001), Hal. 182.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar